Bismillahirrahmanirrahim... بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Lailatul Qadar

Lailatul Qadar Lebih Baik dari Seribu Bulan

Oleh Syahruddin El-Fikri

Rasul memerintahkan umat Islam agar senantiasa memperbanyak amal ibadah pada bulan Ramadhan.


Seluruh umat Islam senantiasa mendambakan diri bisa bertemu dengan malam kemuliaan (Lailatul Qadar), yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Kalaupun tidak bisa mendapatkannya, setidaknya bisa beribadah pada malam itu.

Apakah Lailatul Qadar itu? Itulah malam diturunkannya Alquran. Malam turunnya Alquran disebut juga dengan Nuzulul Qur'an. Para ulama sepakat bahwa Alquran diturunkan pertama kali pada malam 17 Ramadhan saat Rasulullah SAW sedang bertafakkur di Gua Hira. Adapun ayat yang pertama kali diturunkan adalah surah Al-Alaq [96]: ayat 1-5. Selanjutnya, Alquran diturunkan secara berangsur-angsur selama lebih kurang 23 tahun.

Kapankah malam kemuliaan itu? Benarkah Lailatul Qadar itu hanya terjadi pada bulan Ramadhan? Mungkinkah ia terjadi pada bulan lain?

Banyak pertanyaan yang sering dikemukakan masyarakat berkaitan dengan Lailatul Qadar, terutama waktunya. Hal ini sangat wajar, mengingat Rasul SAW juga tidak menjelaskan waktu pastinya. "Carilah ia (malam kemuliaan-Red), pada malam-malam ganjil di akhir bulan Ramadhan." (HR Bukhari 4/225 dan Muslim 1169).

Berdasarkan beberapa keterangan dan hadis Nabi SAW, mayoritas ulama menyatakan bahwa Lailatul Qadar itu hanya terjadi pada bulan Ramadhan. Hal ini merujuk pada keterangan Alquran surah Al-Qadar [97] ayat 1-5, Ad-Dukhan [44]: 2-3, Al-Baqarah [2]: 185, dan Al-Anfal [8]: 41.

"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)." (QS Al-Baqarah [2]: 185).

Namun demikian, menurut Syekh Ali Thanthawi, ulama asal Al-Azhar, Kairo, Lailatul Qadar itu bisa terjadi pada bulan yang lain di luar Ramadhan. Hanya saja, ia menyebutkan, Lailatul Qadar di bulan lain itu biasa disebut dengan hidayah.

Syekh Ali Thanthawi mencontohkan peristiwa yang dialami Umar bin Khattab sesaat sebelum masuk Islam. "Berapa banyak orang yang membaca surah Thaha [20], tetapi itu tidak memberikan pengaruh apa-apa bagi pembaca. Tapi, saat Umar mendengar bacaan surah Thaha tersebut, ia yang dahulunya kasar, kejam, dan pernah mengubur anak perempuannya hidup-hidup, dalam waktu yang singkat, berubah total menjadi Umar yang genius dan pembela Islam," ujar Syekh Thanthawi.

Menurut Quraish Shihab, al-Qadar itu adalah malam ditentukannya segala urusan oleh Allah SWT, mulai dari rezeki, umur, jodoh, hidup, dan mati. Ini sesuai dengan makna al-Qadar sendiri yang berarti terbatas, ditentukan, dan sempit.

Banyak ulama yang meyakini, Lailatul Qadar itu berlangsung sampai hari kiamat. Rasul SAW mengajarkan agar umat Islam senantiasa memperbanyak amal ibadah kepada Allah. Beliau mengajarkan kepada Aisyah RA, apabila bertemu dengan malam kemuliaan itu, hendaknya berdoa. "Allahumma Innaka 'Afuwwun Karim, tuhibbul 'Afwa fa'fu'anni." (Ya Allah, Engkaulah Tuhan yang memberi ampun, dan Engkaulah Tuhan yang suka memberi ampun, karena itu ampunilah hamba)."
(-) 

Lailatul Qadar Malam Turunnya Alquran  

Oleh Syahruddin El-Fikri

Alquran itu diturunkan pada malam qadar, suatu malam yang penuh berkah, yakni bertemunya pasukan Islam dengan kafir Quraisy pada perang Badar yang terjadi pada malam Jumat tanggal 17 Ramadhan.

Setiap bulan Ramadhan, seluruh umat Islam di dunia senantiasa menantikan saat datangnya Lailatul Qadar, yaitu satu malam yang nilai ibadahnya lebih baik dari seribu bulan. "Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan. Tahukah kamu, apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu, turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS Al-Qadar [97]: 1-5).

Kapankah malam Lailatul Qadar itu? Tak ada yang bisa memastikannya, kecuali Allah SWT. Namun, bila merujuk pada keterangan surah Al-Qadar di atas, Lailatul Qadar itu adalah malam diturunkannya Alquran. Kapankah Alquran diturunkan?

Para ulama sepakat bahwa ayat yang pertama kali diturunkan adalah surah al-Alaq [96]: 1-5 ketika Nabi Muhammad SAW sedang bertafakur di Gua Hira. Menurut kesepakatan ulama, peristiwa itu terjadi pada tanggal 17 Ramadhan atau 13 tahun sebelum hijrah (SH). Turunnya Alquran ini sekaligus mengukuhkan Rasul SAW sebagai seorang Nabi dan Rasul Allah. Menurut Jalaluddin as-Suyuti, dalam kitabnya Asbabun Nuzul, surah al-Qadar di atas diturunkan untuk meneguhkan hati Rasulullah SAW.

Malam permulaan turunnya Alquran itu disebut pula dengan malam Nuzulul Quran. Malam itu dinamakan pula dengan malam kemuliaan (al-Qadar), malam yang diberkahi (al-Mubarakah), dan malam pemisahan antara yang hak dan batil (yawmul furqan).

Mengapa diyakini bahwa Lailatul Qadar atau permulaan turunnya Alquran itu pada bulan Ramadhan? Setidaknya ada empat ayat yang menyatakan hal itu. Keempat ayat ini saling menguatkan satu sama lain yang menjelaskan fase diturunkannya Alquran.

Pertama, dalam surah Al-Qadar [97] ayat 1-3, Allah menyatakan bahwa Alquran diturunkan pada malam Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan (sekitar 83 tahun empat bulan). Kapan malam kemuliaan itu, tidak dijelaskan secara rinci. Hanya saja, saat itu para malaikat termasuk malaikat Jibril turun ke bumi atas izin Allah dengan membawa segala perintah-Nya hingga menjelang fajar.

Kedua, dalam surah al-Baqarah [2] ayat 185 dijelaskan bahwa wahyu Alquran pertama kali diturunkan pada bulan Ramadhan. "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)."

Dengan ayat ini, dapat diketahui bahwa malam kemuliaan itu terjadi pada bulan Ramadhan. Tapi, tanggal berapa tidak dijelaskan dengan pasti.

Ketiga, dalam surah ad-Dukhan [44] ayat 3, menguatkan keterangan surah al-Qadar ayat 1-5 sekaligus memberi penjelasan tentang tanggal malam turunnya Alquran tersebut. Sebab, dalam surah ad-Dukhan ayat 3, dijelaskan bahwa Allah menurunkan Alquran tersebut pada malam yang diberkahi (al-mubarakah), yaitu malam dipisahkan segala urusan yang penuh hikmah yaitu urusan-urusan yang datang dari sisi Allah.

Keempat, dalam surah al-Anfaal [8] ayat 41, dijelaskan bahwa turunnya wahyu Alquran yang pertama itu ialah pada hari pemisahan (yawmul furqan). Yakni hari bertemunya dua pasukan (yawmul taqatal jam'ani), yakni antara pasukan Islam dan pasukan kafir Quraisy pada Perang Badar. Dalam peperangan tersebut, Allah memisahkan antara yang hak dan yang batil, yakni dengan kemenangan pasukan Islam. Menurut catatan sejarah, peperangan badar tersebut terjadi pada malam Jumat tanggal 17 Ramadhan tahun kedua hijriyah.

Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa wahyu pertama Alquran itu diturunkan pada malam Qadar, suatu malam yang penuh berkah, yakni bertemunya dua pasukan antara pasukan Islam dan pasukan kafir pada Perang Badar, yaitu pada malam Jumat tanggal 17 Ramadhan.

Sedangkan, wahyu berikutnya diturunkan secara berangsur-angsur dalam waktu hampir 23 tahun sesuai dengan situasi dan kondisi.

Adapun proses turunnya Alquran itu, sebagaimana dijelaskan Subhi as-Salih dalam kitabnya Mabahits fi Ulum al-Qur'an, melalui beberapa tahapan hingga sampai pada Rasulullah SAW.

Pertama, Alquran berasal dari Allah diturunkan ke Lawh al-Mahfudz. Alquran itu adalah kitab yang mulia dan tinggi nilainya pada Lawh al-Mahfudz. Proses turunnya Alquran ke Lawh al-Mahfudz tersebut secara sekaligus. (Lihat Al-Buruuj [85]: 21-22).

Fase kedua, Alquran diturunkan dari Lawh al-Mahfudz ke Bayt al-`Izzah, langit dunia. Dalam surah al-Dukhan ayat 3, dijelaskan tentang diturunkannya Alquran pada malam yang diberkahi. Lalu dalam surah al-Qadar ayat 1, Allah menurunkan Alquran pada malam kemuliaan. Pada surah al-Baqarah ayat 185, Allah menyatakan bahwa Alquran diturunkan pada bulan Ramadhan.

Ketiga keterangan ayat di atas menggambarkan tentang diturunkannya Alquran pada satu waktu, yakni bulan Ramadhan yang ada pada langit dunia (Bayt al-`Izzah).

Fase ketiga, Alquran diturunkan dari Bayt al-`Izzah kepada Rasulullah melalui perantara malaikat Jibril. Peristiwa tersebut terjadi ketika Rasulullah sedang ber-khalwat di Gua Hira. Ayat yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah surah al-Alaq ayat 1-5.

Adapun tujuan pokok diturunkannya Alquran adalah sebagai hudan (petunjuk bagi manusia) dan memberikan penjelasan tentang berbagai hal yang terkait dengan yang hak dan yang batil. Selain itu, tujuan lainnya ialah untuk menghilangkan dogma dan kepercayaan yang menyesatkan serta memperbaiki pergaulan hidup manusia dengan sempurna baik mengenai keyakinan agama maupun yang terkait dengan pergaulan hidup.


Lebih Baik dari Seribu Bulan
 
Lailatul Qadar adalah malam yang sangat mulia. Kemuliaannya lebih baik dari seribu bulan, yakni kurang lebih 83 tahun 4 bulan. Mengapa disebut demikian?

Menurut Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Jarir, yang meriwayatkan dari Mujahid, Rasulullah SAW mengisahkan kepada para sahabatnya bahwa dahulu kala ada seorang pemuka Bani Israil yang saleh. Dia beribadah secara terus-menerus selama delapan puluh tahun lebih.  Pada sepanjang malam, ia beribadah dan pada siang harinya ia berperang di jalan Allah.

Mengetahui hal ini, para sahabat terkagum-kagum atas ibadah orang Yahudi tersebut. Mereka merasa bahwa tidak mungkin bisa menyamai ibadah yang dilakukan pemuka Bani Israil tersebut mengingat usia mereka.

Maka, ketika para sahabat sedang berfikir dan merenungkan tentang hal itu, datanglah malaikat Jibril menemui Rasulullah SAW membawa wahyu dan menyampaikan kabar gembira bagi umat Islam.

Jibril berkata, "Allah SWT telah menurunkan kepadamu surat Al-Qadar. Di dalamnya terdapat kabar gembira untukmu dan umatmu, yakni dengan malam Lailatul Qadar. Siapa yang beramal pada malam Lailatul Qadar akan mendapatkan pahala lebih baik dan lebih besar dari pada seribu bulan. Maka, amal ibadah yang dikerjakan umatmu pada malam Lailatul Qadr lebih baik daripada seorang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil yang beribadah selama delapan puluh tahun tersebut. Lalu, malaikat Jibril membacakan surat Al-Qadar.

Dengan turunnya wahyu tersebut, yang penuh dengan kabar gembira, Rasulullah SAW dan para sahabatnya merasa senang dan gembira dengan adanya Lailatul Qadar.

Tanda-tandanya
Adapun tanda-tanda malam kemuliaan (Lailatul Qadar) itu Rasulullah SAW bersabda:"Tanda-tanda datangnya malam Qadar itu adalah bahwa malam tersebut cerah dan bersinar, seolah-olah terdapat bulan yang bersinar terang, tenang, dan tenteram. Tidak dingin dan tidak panas. Satu bintang yang terlontar sampai tiba waktu pagi." (HR Ibnu Khuzaimah).

Tanda lainnya seperti dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya, yaitu matahari keesokan harinya muncul dengan sempurna. Tidak ada sinar yang memancar seperti bulan di malam purnama dan setan tidak dapat keluar beriringan dengan munculnya matahari tersebut." (Hadis hasan).  "Tandanya adalah matahari terbit pada pagi harinya cerah tanpa sinar." (HR Muslim)

Terkait dengan berbagai tanda-tanda Lailatul Qadar yang disebutkan beberapa hadis di atas, Syekh Yusuf al-Qaradhawi mengatakan, "Semua tanda tersebut tidak dapat memberikan keyakinan tentangnya dan tidak dapat memberikan keyakinan, yakni bila tanda-tanda itu tidak ada berarti Lailatul Qadar tidak terjadi malam itu karena Lailatul Qadar terjadi di negeri-negeri yang iklim, musim, dan cuacanya berbeda-beda. Bisa jadi, ada di antara negeri-negeri Muslim dengan keadaan yang tak pernah putus-putusnya turun hujan. Padahal, penduduk di daerah lain justru melaksanakan Shalat Istisqa. Negeri-negeri itu berbeda dalam hal panas dan dingin, muncul dan tenggelamnya matahari, juga kuat dan lemah sinarnya. Karena itu, sangat tidak mungkin bila tanda-tanda itu sama di seluruh belahan bumi ini." (Fiqih Puasa, hal 177-178).

Kapan waktunya? Tak ada yang mengetahuinya. Rasul SAW memerintahkan umat Islam untuk mencarinya pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. "Carilah ia (malam kemuliaan, red) pada malam-malam ganjil di akhir bulan Ramadhan." (HR Bukhari 4/225 dan Muslim 1169). Yakni pada malam 21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadhan. Wallahu A'lam.


Waktu Ditetapkannya Segala Urusan
Dalam surah Al-Qadar [97] ayat 1-5, dijelaskan bahwa pada malam kemuliaan (Lailatul Qadar) itu para malaikat turun ke bumi atas izin Allah hingga terbit fajar. Kemudian, dalam surah ad-Dukhan [44] ayat 4, dijelaskan bahwa pada malam kemuliaan (berkah) itu, Allah menetapkan segala urusan, mulai dari rezeki, hidup, mati, dan lainnya.

Lalu, apakah makna Al-Qadar? Secara bahasa, Al-Qadar artinya adalah ketentuan. Menurut Quraish Shihab, kata al-Qadar sesuai dengan penggunaannya dalam ayat-ayat Alquran memiliki tiga arti. Pertama, penetapan dan pengaturan sehingga makna Lailatul Qadar adalah malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Lihat surah ad-Dukhan [44]: 3-5.

Kedua, maknanya adalah kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Alquran. Penggunaan Qadar yang merujuk pada kemuliaan dapat dijumpai pada surah al-An'am [6] ayat 91. Lihat pula dalam surah al-Qadar [97]: 1-5.

Ketiga, maknanya adalah sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi. Lihat surah al-Qadar. Penggunaan Qadar untuk melambangkan kesempitan dapat dijumpai pada surah al-Ra'du [13] ayat 26. Allah melapangkan rezeki yang dikehendaki dan mempersempit (bagi yang dikehendaki-Nya).
(-) 

Lailatul Qadar Hanya di Bulan Ramadhan?

Rasul SAW memerintahkan umat Islam untuk mencari Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.
Banyak pendapat yang membahas masalah Lailatul Qadar. Semuanya merujuk pada keterangan bahwa peristiwa itu terjadi pada bulan Ramadhan saja. Namun, ada perbedaan di kalangan ulama mengenai waktunya. Ada yang menyatakan Lailatul Qadar telah berakhir sejak masa Rasulullah SAW, yakni dengan berhentinya turunnya wahyu. Tapi, ada pula yang berpendapat Lailatul Qadar ada sampai hari kiamat.

Dari beberapa keterangan yang ada, Lailatul Qadar selalu ada sampai hari kiamat dan ia hanya terjadi sekali dalam setahun, yakni pada bulan Ramadhan. Inilah pendapat jumhur ulama.

Benarkah Lailatul Qadar itu hanya terjadi di bulan Ramadhan? Syekh Muhammad bin Shalih Utsaimin dalam kitabnya Majalis Syahr Ramadhan menegaskan, Lailatul Qadar itu hanya terjadi pada bulan Ramadhan. Hal ini diperkuat juga dengan pendapat lainnya yang merujuk pada hadis Nabi SAW.

"Carilah ia (malam kemuliaan, red), pada malam-malam ganjil di akhir bulan Ramadhan." (HR Bukhari 4/225 dan Muslim 1169). Ibnu Katsir dalam tafsirnya juga menjelaskan demikian. Menurutnya, peristiwa itu terjadi pada bulan Ramadhan. Bahkan, Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Fath al-Bari juga menegaskan, pendapat yang kuat mengenai Lailatul Qadar itu adalah pada bulan Ramadhan.

Dalam sebuah riwayat, Rasul SAW mengetahui malam tersebut dan bermaksud menyampaikannya kepada umatnya. Sayangnya, di saat itu, ada dua orang yang berselih tentang Lailatul Qadar. "Aku keluar untuk mengabarkan kepada kalian tentang Lailatul Qadar, tetapi si fulan berselisih sehingga dia pun diangkat oleh Allah." (HR Bukhari dari Ubadah bin Ash-Shamit, Muslim dari hadits Abu Said). Lihat juga dalam Al-Majmu': 6/402 dan Asy-Syarhul Mumti': 6/491).

Menurut Syekh Abdullah Al-Bassam dalam Taudhihul Ahkam (3/247), setidaknya ada empat pendapat mengenai masalah tersebut. Pertama, hanya ada di zaman Nabi SAW. Namun, pendapat dianggap batil. Kedua, malam itu adalah malam nisfu sya'ban. Namun, ini juga dianggap lemah.

Ketiga, pada 10 malam pertama Ramadhan. Dan keempat, pada 10 hari di malam terakhir Ramadhan. Inilah pendapat yang paling kuat.

Sekejap
Syekh Ali Al-Thanthawi, seorang ulama terkenal dari Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, dalam bukunya Menemukan Lailatul Qadar berpendapat, Lailatul Qadar tidak hanya terjadi pada bulan Ramadhan, tetapi juga bisa di bulan lain selain Ramadhan. Bahkan, ia bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, tak memandang ruang dan waktu.

Menurut Syekh Ali Al-Thanthawi, seseorang bisa saja mendapatkan Lailatul Qadar di saat orang tersebut sedang berada di kamar, di sebuah pub, karaoke, di jalan yang sepi, di jalan raya yang penuh pesona, atau-bisa jadi-di siang bolong (1993, 22-23).

Syekh Ali Al-Thanthawi menyontohkan peristiwa yang dialami Khalifah Umar bin Khattab RA sesaat sebelum masuk Islam. Banyak orang yang membaca dan mendengarkan surah Thaha [20] dan tak terhitung jumlahnya. Namun, mereka tak mengalami hal apa pun.

Akan tetapi, ketika Umar bin Khattab mendapat kesempatan yang "sekejap" itu -yakni saat ia mendengar adiknya membaca surah Thaha tersebut- hati Umar bergetar. Umar meyakini bahwa ayat-ayat yang dibacakan adiknya itu bukanlah ayat yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW, melainkan oleh Tuhan Yang Maha Agung.

Berawal dari kejadian yang sesaat itu, akhirnya mampu mengubah pribadi dan kehidupan Umar bin Khattab. Umar yang dahulunya kasar-pernah melakukan dosa besar karena membunuh dan mengubur anak kandungnya sendiri dan yang datang untuk membunuh Rasulullah SAW-kemudian berubah menjadi Umar yang genius, yang mampu memimpin sebelas negara seorang diri, menjadi hakim, pemimpin negara, dan menteri dalam negeri sekaligus badan pemeriksa keuangan (BPK). Sayyidina Umar telah sukses memimpin negara Islam di Madinah.

Meski besar pengaruhnya di dunia Islam, Umar rela membawa sekarung tepung di punggungnya, memasaknya untuk seorang fakir yang sedang kelaparan, dan memberi makan anak-anak si fakir tersebut.

Setiap harinya, Umar hanya makan roti dan minyak zaitun sebagai pemanisnya. Dan ketika ia tak mampu melayani kebutuhan rakyatnya, Umar pun selalu menangis. Ia adalah sosok pemimpin yang tegas dan menjadi salah satu dambaan setiap umat Islam.

Selain kisah di atas, Syekh Ali Thanthawi juga memberikan contoh lainnya.
Ketika seseorang sudah berputus asa dalam berusaha dan menuntut ilmu yang selalu gagal dan terus gagal. Suatu saat, ketika ia pergi ke hutan, hujan turun dengan lebatnya. Ia pun kemudian mencari tempat berteduh. Dan tanpa sengaja (sekejap), ia menyaksikan bagaimana bongkahan batu yang sangat keras dapat menjadi lunak dan berlubang karena tetesan air yang jatuh di atasnya.

Ia pun kemudian menjadi sadar bahwa suatu kegagalan pada akhirnya pasti akan menuai keberhasilan apabila dicoba terus-menerus tanpa kenal lelah. Seperti bongkahan batu tersebut yang memiliki sifat dasar keras dan kasar, ketika air yang lembut terus-menerus menetes di atasnya, batu itu pun akhirnya berlubang.

Menurut Syekh Ali Al-Thanthowi, dari waktu yang sekejap itulah sebuah hidayah datang dari Allah SWT. Ia menyebut dan menyerupakan hidayah Allah yang sesaat itu sebagai Lailatul Qadar karena mampu mengubah pribadi orang yang tersesat ke jalan lurus dan menjadikan pribadi yang kasar menjadi santun dan lembut.

Syekh Ali Thanthawi mengatakan, Lailatul Qadar adalah karunia Allah SWT, yang akan diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Tapi, hidayah Allah itu harus dicari. Seorang Muslim tidak boleh hanya berpangku tangan saja menanti hidayah itu.

Ada ungkapan bijak yang patut direnungkan. Seorang nelayan, jika ingin mendapat ikan, dia harus membentangkan jalanya terlebih dahulu. Penimba air harus menurunkan timbanya ke dalam sumur agar mendapatkan air. Pencari nafkah harus berusaha. Siapa yang ingin mendapatkan air, dia harus datang ke sumber air atau sungai, bukan pergi ke padang pasir atau tanah yang tandus.

Demikian pula siapa yang ingin mendapatkan lahdzat tajalli (kesempatan untuk bersama-sama Allah) dalam waktu Lailatul Qadar ini, ia harus mencarinya dengan jalan berteman dengan orang-orang saleh, mendengarkan penuturan mereka, serta mengikuti jejak dan langkah mereka.

"Ia harus mencarinya di Masjid, di mushala, yang menampung orang shalat, berzikir, dan membaca Alquran serta menuntut ilmu. Dia harus mencarinya dengan shalat malam, di tengah kegelapan malam, di saat orang-orang sedang terlelap tidur dengan bermunajat kepada Allah SWT, di waktu sahur saat jajaran malaikat bergerak mengikuti perintah Allah," kata Ali Thanthawi.

Ia menambahkan, semua orang mengetahui bahwa gelombang suara itu ada di mana-mana, tapi dia tidak bisa mendengarnya kecuali dengan piranti penyadap atau alat perekam yang super canggih. "Begitu juga dengan Lailatul Qadar, ia ada di setiap tempat. Tapi, kita tidak akan bisa menjumpainya kecuali dengan hati yang jernih dan benar-benar tulus ikhlas karena Allah," tegasnya.

Di sinilah segala kenikmatan dunia menjadi tiada artinya ketika dapat berjumpa dengan Allah serta merasakan kenikmatan rohani dan jiwa yang sangat luar biasa. Kenikmatannya tak terbayangkan dan tak mungkin dapat digambarkan dalam kehidupan nyata.

Kenikmatan inilah yang membuat orang menjadi "gila" (zawq, dalam istilah sufi) karena kenikmatan seperti inilah yang diidamkan oleh setiap jiwa untuk kemudian mereguknya. Kenikmatan rohani inilah yang sempat membuat Ibnu Rumi mengadu merasa kehilangan. Padahal, pada saat itu, ia sedang menikmati kebahagiaan dengan sang kekasih.

Karena itu, kata Syekh Ali Thanthawi, Lailatul Qadar hendaknya senantiasa dicari pada setiap tempat dan waktu demi mendekatkan diri kepada Allah. Wallahu A'lam.


Lailatul Qadar dalam Kajian Metafisika

Oleh Syahruddin El-Fikri

Sebagaimana dimaklumi bersama, Lailatul Qadar adalah sebuah fenomena yang penuh dengan misteri. Kapan waktunya tak ada kepastian tentang hal tersebut. Namun demikian, ada beberapa pakar dan ahli fisika mencoba menghitung kemukjizatan Lailatul Qadar itu dengan ilmu fisika.

Dalam ilmu fisika, kecepatan cahaya sama dengan 300 ribu kilometer per detik. Bila dikonversi ke menit, sama dengan 18 juta kilometer per menit. Jika dikalikan dengan satu jam, menjadi 1.080 juta kilometer per jam. Jika angka tersebut dikali dalam sehari semalam (24 jam), hasilnya sama dengan 25.920 juta kilometer. Kemudian, jika dikali dalam sebulan (30 hari), hasilnya sama dengan 777.600 juta kilometer. Jika seribu bulan, berarti sama dengan 777.600 miliar kilometer.

Lalu berapakah kecepatan cahaya rohani dalam versi metafisika? Albert Einstein, bapak fisika modern dan penemu teori relativitas menyebutkan, kecepatan cahaya energi adalah E=MC2 (2 adalah kuadrat). E adalah energi, M adalah massa sebuah benda, dan C adalah kecepatan konstan cahaya. Inilah yang kemudian disebut dengan teori fisika quantum.

Adapun teori quantum diungkapkan oleh Max Planck (1858-1947), Neil Borth (1885-1962), dan Wener Heisenberg (1901-1976). Mereka mengatakan, quantum adalah bagian elementer terkecil bersifat gelombang energi. Pergerakan quantum bukan linier memanjang sambung-menyambung, tetapi berupa loncatan quantum.

Dengan demikian, kecepatan cahaya rohani sama dengan 30 ribu triliun kilometer per detik. Jika cahaya biasa dalam seribu bulan kecepatannya sama dengan 777.600 miliar kilometer, kecepatan cahaya rohani per detik dalam seribu bulan mencapai 38.580,24691358024691358024691358 kilometer, yang menandakan lebih baik dari seribu bulan.

Sementara itu, kecepatan malaikat naik menghadap Allah dalam sehari kadarnya mencapai 50 ribu tahun perhitungan manusia. Lihat surah Al-Ma'arij [70]: ayat 4. "Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun."

Perpindahan malaikat dari alam malakut (dimensi cahaya) menuju ke alam nasut (dimensi partikel, manusia) tidak setiap saat dapat terjadi. Karena untuk berpindah dimensi, malaikat berarti melintasi cermin CP (C=charge conjugation, penolakan muatan dan P= parity, keseimbangan), dan memperlambat kecepatannya (kecepatan cahaya) mendekati kecepatan partikel. Ini sama dengan pengerahan energi secara kontinu, yang kalau tidak sesuai prosedur yang ditentukan Allah, akan berakibat fatal (meledak, energy-overload).

Putaran ruang dalam kecepatan cahaya (300.000 km/s) adalah waktu mutlak. Ia adalah ruang bulat dan bukan lonjong. Bila benda bergerak dengan kecepatan cahaya, yang artinya sama dengan kecepatan putaran ruang atau waktu mutlak, benda itu akan membekukan waktu mutlak sehingga ia akan terlepas dari perhitungan waktu.

Sekarang, akan kita hitung usia seorang mukmin yang dikaruniai Allah Lailatul Qadar. Kita ambil contoh, bila si Fulan telah berusia 30 tahun, ia telah menjalankan ibadah Ramadhan semenjak usia 15 tahun, berarti ia telah menjumpai Lailatul Qadar sebanyak 15 kali. Selanjutnya, bila selama 15 tahun itu dikaruniai Lailatul Qadar oleh Allah sebanyak 12 kali saja (yang tiga tahun bolong-bolong), si Fulan tadi tidak lagi berusia 30 tahun, tetapi telah bertambah mengikuti persamaan Lailatul Qadar.

Rumusnya adalah U = Ui + (n x 83,4). U adalah usia hamba yang mendapatkan Lailatul Qadar (tahun), Ui sama usia hamba mula-mula (tahun), n = orde Lailatul Qadar (tanpa satuan), dan 83,4 adalah 83 tahun tambah 4 bulan (seribu bulan).

Dengan demikian, usia Fulan saat ini adalah U= 30 + (12 x 83,4) tahun yang berarti 1030,8 tahun, atau 1.030 tahun ditambah 8 bulan.  Wallahu A'lam. berbagai sumber


AL-Mahfudz

Proses turunnya Alquran ke Lawh al-Mahfudz tersebut secara sekaligus. (Lihat Al-Buruuj [85]: 21-22). Fase kedua, Alquran diturunkan dari Lawh al-Mahfudz ke Bayt al-`Izzah, langit dunia. Dalam surah al-Dukhan ayat 3, dijelaskan tentang diturunkannya Alquran pada malam yang diberkahi.

Lalu dalam surah al-Qadar ayat 1, Allah menurun -kan Alquran pada malam kemuliaan. Pada surah al-Baqarah ayat 185, Allah menyatakan bahwa Alquran diturunkan pada bulan Ramadhan. Ketiga keterangan ayat di atas menggambarkan tentang diturunkannya Alquran pada satu waktu, yakni bulan Ramadhan yang ada pada langit dunia (Bayt al-`Izzah). Fase ketiga, Alquran diturunkan dari Bayt al-`Izzah kepada Rasulullah melalui perantara malaikat Jibril. Peristiwa tersebut terjadi ketika Rasulullah sedang ber-khalwat di Gua Hira. Ayat yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah surah al-Alaq ayat 1-5.

Adapun tujuan pokok diturunkannya Alquran adalah sebagai hudan (petunjuk bagi manusia) dan memberikan penjelasan tentang berbagai hal yang terkait dengan yang hak dan yang batil. Selain itu, tujuan lainnya ialah untuk menghilangkan dogma dan kepercayaan yang menyesatkan serta memperbaiki pergaulan hidup manusia dengan sempurna baik mengenai keyakinan agama maupun yang terkait dengan pergaulan hidup. ACHMAD.NET
(-) 

Sumber: Republika, 29-08-10