Bismillahirrahmanirrahim... بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

12 May 2009

Yvonne Ridley: Mengenal Islam dari Taliban

[Republika - 12 Mei 2009]

Ia sempat ditahan pasukan Taliban. Setelah bebas, ia mempelajari Islam dan memilih menjadi pemeluknya tahun 2003.

Apa perasaan Anda jika tertawan dan ditangkap musuh? Mungkin susah untuk membayangkan nasib Anda akan berakhir pada sebuah kebahagiaan. Apalagi, jika menghadapi tuduhan sebagai mata-mata, penyusup, dan lain sebagainya.

Namun, tidak demikian dengan yang dirasakan Yvonne Ridley, seorang wartawati Inggris. Perempuan paruh baya ini justru mengaku bahagia setelah ditangkap dan diinterogasi pasukan Taliban yang oleh media massa Amerika Serikat (AS), digambarkan sebagai kelompok Islam garis keras dan kejam.

Pengalaman Ridley di Afganistan saat ditangkap pasukan Taliban, justru membuatnya mengenal Islam lebih dalam. Dan, dengan bersentuhan langsung dengan kelompok Taliban, Ridley merasakan perbedaan dengan tuduhan yang dilontarkan. Ridley menyebut kelompok yang oleh banyak negara dicap sebagai teroris ini sebagai keluarga terbesar dan terbaik di dunia .

Dikisahkan, mantan guru sekolah Minggu yang juga mantan peminum (gemar mabuk) itu masuk Islam setelah membaca Alquran seusai dilepas oleh Taliban.Bekerja sebagai wartawan Sunday Express , surat kabar terbitan Inggris, pada September 2001 lalu, Ridley diselundupkan dari Pakistan ke perbatasan Afganistan untuk melakukan tugas jurnalistik. Saat itu, perempuan kelahiran Stanley, Distrik Durham, Inggris, tahun 1959 ini mencoba menyusup ke Afganistan secara ilegal. Tanpa paspor maupun visa.

Seperti dilansir dalam banyak pemberitaan di media massa, wartawati Inggris yang sudah kerap ditugaskan ke daerah-daerah konflik di dunia ini, tertangkap basah di sebelah timur Kota Jalalabad. Penyamarannya terungkap ketika ia jatuh dari seekor keledai persis di depan seorang tentara Taliban dan kameranya jatuh. Saat ditangkap, Ridley terlihat mengenakan burqa , sejenis busana Muslimah tradisional Afganistan.

Yang ada di benaknya ketika tentara itu dengan marah mendatanginya adalah rasa takjub. ''Luar biasa tampan. Bola matanya hijau, khas bola mata dari daerah itu dan dengan jenggot yang tebal,'' batinnya.Tak berselang lama, ketakutan mulai merayapinya. Ridley diinterogasi selama 10 hari tanpa diperbolehkan menggunakan telepon (ponsel) ataupun menghubungi anak perempuannya yang sedang berulang tahun ke-9.

Selama menjalani proses interogasi, Ridley mengaku tidak menyetujui apa yang dilakukan oleh kaum Taliban ataupun apa yang mereka percaya sebagai kebenaran. Awalnya, bagi Ridley, Taliban sama seperti yang digambarkan media massa Eropa tentang kelompok Islam ini.

Namun, perlakuan yang diterima Ridley selama menjalani masa penahanan dan interogasi justru mengubah semua pandangannya mengenai orang-orang Taliban. Menurutnya, anggapan umum kaum Taliban yang selama ini digambarkan sebagai monster sangat jauh dari realitas. ''Orang-orang Taliban adalah orang-orang yang baik dan mereka sangat ramah,'' ujarnya.

Dalam acara keterangan pers yang digelar di Peshawar, Pakistan, seusai pembebasannya, Ridley menuturkan bahwa selama dirinya ditahan, secara fisik ia tak pernah diperlakukan dengan buruk oleh Taliban. Bahkan, perlakuan yang diterimanya tergolong cukup istimewa dibandingkan pesakitan para penghuni penjara lainnya.

Di dalam tahanan, Ridley dipisahkan dengan penghuni lainnya, termasuk para tahanan wanita. Selain itu, secara khusus, ruang tahanannya telah dibersihkan dari segala gangguan kecoa dan kalajengking. Berbeda dengan sel di sebelahnya, kamar di balik terali itu tetap kotor seperti biasanya, kata Ridley.

Atas pengakuan Ridley ini, banyak pihak yang mengatakan ibu dari seorang putri bernama Daisy ini terkena Sindrom Stockholm , di mana sandera malah kemudian memihak penyandera. Tetapi, ia membantahnya, ''Saya membenci mereka yang menangkap saya. Saya meludahi mereka, kasar terhadap mereka dan menolak makan. Saya tertarik Islam hanya ketika saya sudah bebas,'' katanya menegaskan.


Kagum dengan Alquran

Dalam sebuah wawancara kepada situs Islamonline beberapa waktu lalu, Ridley mengungkapkan saat menjadi tawanan Taliban, seorang ulama mendatangi dirinya. Sang ulama menanyakan beberapa pertanyaan tentang agama dan menanyakan apakah ia mau pindah agama.

''Saat itu, saya takut kalau saya salah memberikan respons, saya akan dibunuh. Setelah berpikir masak-masak, saya berterima kasih pada ulama tadi atas tawarannya yang baik itu. Dan, saya bilang bahwa sulit bagi saya membuat keputusan untuk mengubah hidup saya saat sedang menjadi tawanan,'' paparnya.

Kepada sang ulama, Ridley berjanji akan mempelajari agama Islam setelah dibebaskan dan kembali ke London. Begitu kembali ke Inggris, Ridley membaca Alquran melalui terjemahannya untuk mencoba memahami pengalaman yang baru dilewatinya.''Saya luluh dengan apa yang saya baca. Tak ada satu pun yang berubah dari isi buku ini, baik titiknya maupun yang lain sejak 1.400 tahun yang lalu,'' ungkapnya.

Dalam mempelajari Islam, Ridley memilih surat-surat dalam Alquran hanya yang ingin ia baca. Ia sangat mengagumi hak-hak yang diberikan Islam pada kaum perempuan dan inilah yang paling membuat dirinya tertarik pada Islam. Dalam buku yang ia tulis setelah pembebasannya, Ridley menceritakan bahwa dirinya juga sempat menemui Dr Zaki Badawi, ketua Islamic Centre London, dan berdiskusi dengannya seputar ajaran Islam.

Dari sinilah kemudian Ridley memutuskan untuk memilih Islam sebagai keyakinan barunya. Proses keislaman Ridley ini terjadi pada tahun 2003 silam. Mengenai pilihannya ini, Ridley mengungkapkan bahwa dirinya telah bergabung dengan apa yang ia anggap sebagai keluarga terbesar dan terbaik yang ada di dunia ini.

Bagaimana reaksi orang tuanya yang beragama Protestan Anglikan saat Ridley masuk Islam? ''Pada awalnya, keluarga dan teman saya khawatir, tetapi ketika mereka melihat bagaimana bahagianya saya. Saya lebih sehat dan merasa hidup saya lebih punya arti, mereka sangat senang,'' papar Ridley.

Kebahagiaan, ungkap Ridley, terutama dirasakan sang ibu ketika ia memeluk Islam. Kebahagiaan tersebut disebabkan semenjak menjadi seorang Muslimah, Ridley memutuskan untuk meninggalkan kebiasaannya minum minuman keras. ''Ibu saya sangat gembira, karena saya sudah tak minum lagi.''

Setelah memeluk Islam, Ridley memutuskan untuk mengenakan baju Muslim dan jilbab. Ia pun hingga kini masih menjalankan profesinya sebagai seorang wartawan. Dedikasi Ridley sebagai wartawan memang tak diragukan lagi. Muslimah ini pernah bekerja pada sederet media bergengsi, seperti News of the World, The Daily Mirror, The Sunday Times, The Observer, The Independent, dan Sunday Express.

Redaktur Sunday Express , Martin Townsend, pernah mengungkapkan komentarnya mengenai Ridley, ''Dia adalah seorang jurnalis yang sangat berpengalaman dan berani.'' Sementara itu, Colin Patterson, wakil redaktur dari Sunday Sun, menyebutnya sebagai pribadi yang hangat dan suka bersahabat.

Pascatragedi Lockerbie sembilan tahun lalu, Ridley adalah wartawan pertama yang berhasil mewawancarai Ahmad Jibril, pemimpin populer Front for the Liberation of Palestina (Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina). dia/berbagai sumber

Biodata

Nama : Yvonne Ridley
TTL : Stanley, Distrik Durham, Inggris, tahun 1959
Pekerjaan : Jurnalis (wartawati) Sunday Express
Masuk Islam : 2003
Anak : Daisy

(end)

11 May 2009

Prof Jeffrey Lang: Hidayah dari Hadiah Alquran

[Republika - 26 April 2009]

"Adam diturunkan ke bumi bukan karena dosa yang diperbuatnya, melainkan karena Allah SWT menginginkan seorang khalifah di bumi untuk mengatur dan menyejahterakan alam.’’ (Jeffrey Lang).

Prof Dr Jeffrey Lang,nama lengkapnya.Sehari-hari dia be -kerja sebagai dosendan peneliti bidangmatematika di Uni -versitas Kansas, salahsatu universitasterkemuka di Amerika Serikat. Gelar master dan doktor matematika diraihnya dari Purdue University pada tahun 1981. Ia dilahirkan dalam sebuah ke luarga penganut paham Katolik Roma di Bridgeport, Connecticut, pada 30 Januari 1954.

Pendidikan dasar hingga menengah ia jalani di sekolah berlatar Katolik Roma selama hampir 18 tahun. Selama itu pula, menurut Lang—sebagaimana ditulis dalam catatan hariannya tentang perjalanannya mencari Islam— menyisakan banyak pertanyaan tak berjawab dalam dirinya tentang Tuhan dan filosofi ajaran Kristen yang dianutnya selama ini.

‘’Seperti kebanyakan anak-anak lain di kisaran tahun 1960-an hingga awal 1970-an, saya melewati masa kecil yang penuh keceriaan. Bedanya, pada masa itu, saya sudah mulai banyak bertanya tentang nilai-nilai kehidupan, baik itu secara politik, sosial, maupun keagamaan. Saya bahkan sering bertengkar dengan banyak kalangan, termasuk para pemuka gereja Katolik,’’ paparnya.

Menginjak usia 18 tahun, Lang remaja memutuskan menjadi seorang atheis. ‘’Jika Tuhan itu ada dan Dia punya belas kasih dan sayang, lalu mengapa ada begitu banyak penderitaan di atas bumi ini? Mengapa Dia tidak masukkan saja kita semua ke dalam surga? Mengapa juga dia menciptakan orang-orang di atas bumi ini dengan berbagai penderitaan?’’ kisah Lang tentang kegelisahan hatinya kala itu. Selama bertahun-tahun, pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus menggelayuti pikirannya.

Dihadiahi Alquran akhirnya Lang baru mendapat jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut ketika ia bekerja sebagai salah seorang asisten dosen di Jurusan Matematika, Universitas San Francisco. Di sanalah, ia menemukan petunjuk bahwa Tuhan itu ada dan nyata dalam kehidupan ini. Petunjuk itu ia dapatkan dari beberapa mahasiswanya yang beragama Islam.

Saat pertama kali memberi kuliah di Universitas San Francisco, Lang bertemu dengan seorang mahasiswa Muslim yang mengambil mata kuliah matematika. Ia pun langsung akrab dengan mahasiswa itu. Mahmoud Qandeel, nama mahasiswa tersebut. Dia berasal dari Arab Saudi.

Mahmoud, kata Lang, telah memberi banyak masukan kepadanya mengenai Islam. Menariknya, semua diskusi mereka menyangkut dengan sains dan teknologi. Salah satu yang pernah didiskusikan Lang dan Qandeel adalah riset kedokteran. Lang dibuat terpana oleh jawaban Qandeel, yang di negaranya adalah seorang mayor polisi.

Qandeel menjawab semua pertanyaan dengan sempurna sekali dan dengan menggunakan bahasa Inggris yang bagus.

Ketika pihak kampus mengadakan acara perpisahan di luar kampus yang dihadiri oleh semua dosen dan mahasiswa, Qandeel menghadiahi asisten dosen itu sebuah Alquran dan beberapa buku mengenai Islam.

Atas inisiatifnya sendiri, Lang pun mempelajari isi Alquran itu. Bahkan, buku-buku Islam tersebut dibacanya hingga tuntas. Dia mengaku kagum dengan Alquran. Dua juz pertama dari Alquran yang dipelajarinya telah mem buat dia takjub dan bagai terhipnotis.

‘’Tiap malam muncul beraneka ma cam pertanyaan dalam diri saya. Tapi, entah mengapa, jawabannya segera saya temukan esok harinya. Seakan ada yang membaca pikiran saya dan menuliskannya di setiap baris Alquran. Saya seakan menemukan diri saya di tiap halaman Alquran,’’ ungkap Lang.

Telaah Alquran Sebagai seorang pakar dalam bidang matematika dan dikenal sebagai seorang peneliti, penjelasan yang didapatkannya tidak langsung ia percayai begitu saja. Ia meneliti dan menelaah secara lebih mendalam ayatayat Alquran. Beberapa ayat yang membuatnya kagum dan telah membandingkannya dengan ajarannya yang lama adalah ayat 30-39 surah Albaqarah tentang penciptaan Adam.

Dalam bukunya Losing My Religion: A Call for Help, Jeffrey Lang secara lengkap menjelaskan pergulatannya dalam memahami ayat 30-39 surah Albaqarah tersebut.

‘’Saya membaca ayat tersebut beberapa kali, namun tak kunjung sanggup menangkap apa maksud Alquran,’’ ujarnya. ‘’Bagi saya, Alquran sepertinya sedang menyampaikan sesuatu yang sangat mendasar atau mungkin keliru. Lalu, saya membacanya lagi secara perlahan dan saksama, baris demi baris, untuk memastikan pesan yang di -sampaikan,’’ lanjutnya.

Ketika membaca ayat ke-30 surah Albaqarah, ‘’Dan, ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Malaikat berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi, mereka adalah orang-orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah. Padahal, kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan menyucikan Engkau?’ Allah berfirman, ‘Sesungguhnya, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.’’ Menurut Lang, ayat ini sangat mengganggunya. ‘’Saya merasa sangat kesepian. Seakan-akan penulis kitab suci ini telah menarik diri saya ke dalam ruang hampa dan sunyi untuk berbicara langsung dengan saya,’’ ujarnya.

‘’Saya berpikir, keterangan ayat tersebut ada sesuatu yang keliru. Saya protes. Lalu, saya baca lagi. Saya amati dengan saksama. Sebab, menurut ajaran yang pernah saya dapatkan, diturunkannya Adam ke bumi bukan menjadi khalifah, tetapi sebagai hukuman lantaran dosa Adam. Namun, dalam Alquran, tidak ada satu kata pun yang menjelaskan sebab-sebab diturunkan Adam karena perbuatan dosa,’’ jelasnya.

Menurut Lang, pertanyaan yang di utarakannya sama dengan pertanyaan malaikat yang menyatakan bahwa manusia itu berbuat kerusakan.

‘’Tapi, saya merasa ada sesuatu yang lain dari keterangan ayat selanjutnya.

Allah hanya menjawab, ‘Sesungguhnya, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’ Jawaban ini terkesan sederhana dan enteng, namun mengandung makna yang dalam,’’ ungkapnya.

Lang menjelaskan, dalam Alkitab, jawaban Tuhan atas pertanyaan malaikat disampaikan tentang hukuman yang diberikan karena berbuat dosa. ‘’Penjelasan ini berbeda dengan Alquran. Alquran menjawab pertanyaan para malaikat dengan memperlihatkan kemampuan manusia, pilihan moral, dan bimbingan Ilahi.

Allah mengajarkan manusia (Adam) nama-nama benda.’’ ‘’Ayat tersebut menunjukkan kemu liaan dan kemampuan manusia yang tidak diberikan kepada malaikat,’’ ujarnya.

Bahkan, pada ayat ke-39 dite rangkan, ‘’Adapun orang-orang yang tidak beriman dan mendustakan ayatayat Kami, mereka adalah penghuni neraka dan mereka kekal di dalamnya.’’ ‘’Saya merasa ayat ini makin kuat menyerang saya. Namun, saya semakin percaya akan kebenaran Alquran dan meyakini agama Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW,’’ jelasnya.

Islam rasional

Sekitar tahun 1980-an, belum banyak pelajar Muslim yangmenuntut ilmu di UniversitasSan Francisco. Sehingga, kalau bertemu dengan mahasiswa Muslim di area kampus, menurut Lang, itu merupakan hal yang sangat langka.

Ada cerita menarik tatkala Lang sedang menelusuri kampus. Secara tak terduga, ia menemukan sebuah ruangan kecil di lantai bawah sebuah gereja. Ruang tersebut rupanya dipakai oleh beberapa mahasiswa Islam untuk menunaikan shalat lima waktu.

Kepalanya dipenuhi tanda tanya dan rasa ingin tahu. Dia pun memutuskan masuk ke tempat shalat tersebut.

Waktu itu, bertepatan dengan waktu shalat Zuhur. Oleh para mahasiswanya, dia pun diajak untuk ikut shalat. Dia berdiri persis di belakang salah seorang mahasiswa dan mengikuti setiap gerakannya.

Dengan para mahasiswa Muslim ini, Lang berdiksusi tentang masalah agama, termasuk semua pertanyaan yang selama ini tersimpan dalam kepalanya. ‘’Sungguh luar biasa, saya benar-benar terkejut sekali dengan cara mereka menjelaskan. Masuk akal dan mudah dicerna. Ternyata, jawabannya ada dalam ajaran Islam,’’ tuturnya.

Sejak saat itu, Lang pun memutuskan masuk Islam dan mengucapkan dua kalimah syahadat. Dia menjadi seorang mualaf pada awal 1980. Ia mengaku bahwa dengan menjadi seorang Muslim, banyak sekali kepuasan batin yang didapatkannya.

Itulah kisah perjalanan spiritual sang profesor yang juga meraih karier bagus di bidang matematika. Dia mengaku sangat terinspirasi dengan matematika yang menurutnya logis dan berisi faktafakta berupa data riil untuk menda patkan jawaban konkret.

‘’Dengan cara seperti itulah, saya bekerja. Adakalanya, saya frustrasi ketika ingin mencari sesuatu, tapi tidak mendapat jawaban yang konkret. Namun, dengan Islam, semuanya rasional, masuk akal, dan mudah dicerna,’’ tukasnya.

Prof Lang saat ini ditunjuk oleh fakultasnya sebagai pembina organisasi Aso siasi Mahasiswa Islam guna menjembatani para pelajar Muslim dengan pihak universitas. Tak hanya itu, dia bah kan ditunjuk untuk memberikan ma ta kuliah agama Islam oleh pihak rektorat.

Ia menikah dengan seorang perempuan Arab Saudi bernama Raika pada tahun 1994. Mereka dikaruniai tiga anak, yakni Jameelah, Sarah, dan Fattin. Selain menulis ratusan artikel ilmiah bidang matematika, dia juga telah menulis beberapa buku Islam yang menjadi rujukan komunitas Muslim Amerika. Even Angels ask: A Journey to Islam in America adalah salah satu buku best seller-nya. Dalam buku itu, dia menulis kisah perjalanan spiritualnya hingga memeluk Islam.

Beberapa tahun belakangan ini, Lang aktif pada banyak kegiatan Islami dan dia merupakan pembicara inspirasional yang paling terkenal di sebuah organi sasi pendidikan bernama Mecca Centric. Di sana, dia melayani konsultasi segala sesuatu tentang Islam ataupun kegiatan kepemudaan.sya/dia/berbagai sumber/kem

Sebaiknya Babi Dihindari

Wawancara dengan Dr Muhammad Anwar Ibrahim

[Dialog Jumat - 08 Mei 2009] Kasus lemak babi pernah menghentak umat Muslim Indonesia. Belakangan, muncul lagi kasus dendeng dan enzim babi, yang kembali memicu kekhawatiran umat. ''Soal babi, dalam fikih, semuanya haram. Itu sudah kesepakatan ulama,'' tegas Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Dr Muhammad Anwar Ibrahim kepada Damanhuri Zuhri dari Republika , Rabu (6/5).

Memang, dalam Alquran yang diharamkan adalah daging babi, karena pada umumnya yang digunakan dari babi itu adalah dagingnya. Jadi, Alquran hanya menyebutkan yang paling penting. Namun, sejatinya, keseluruhan dari babi itu juga haram.


Berikut penjelasan doktor dari Universitas Al Azhar yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia (BWI) tentang bahaya dan pelarangan babi:

Sebenarnya, apa saja yang diharamkan dari babi?
Dalam fikih, semua soal babi itu haram. Itu sudah ijma' (kesepakatan) ulama. Memang, dalam Alquran yang diharamkan itu daging babi, karena umumnya yang digunakan dari babi adalah dagingnya. Jadi, yang disebutkan dalam Alquran hanya yang paling penting. Semua ulama mengatakan semua babi itu haram.

Artinya, walaupun secara dzahir (jelas) yang diharamkan oleh Allah SWT adalah lahma khinzir (daging babi), sesungguhnya semua anggota tubuh babi haram?
Imam Qurthubi menyebutkan, memang dalam nash Alquran yang tertera adalah daging babi, tapi sebenarnya menunjukkan haram semuanya. Baik dipotong atau pun tidak dipotong.

Tapi, banyak orang Muslim yang tidak memakan daging babi, tapi justru beternak babi. Bagaimana ketentuannya?
Itu berhubungan dengan bisnis, jual beli. Dalam Islam sudah dijelaskan sesuatu yang haram, tidak boleh dijualbelikan. Kecuali minuman keras. Imam Abu Hanifah berpendapat, orang Muslim bisa minta dibelikan melalui non-muslim. Tapi mayoritas ulama sama saja mengharamkan. Jadi, kalau sudah dikatakan haram, maka tidak boleh diperjualbelikan.

Lantas, sebatas mana seorang Muslim boleh menyentuh babi?
Babi itu kan najis. Kalau tersentuh antara kita dengan babi, kita akan terkena najisnya, kalau salah satunya ada yang basah. Tapi kalau sama-sama kering, ya tidak apa-apa. Seperti anjing, kalau kita kering dan anjingnya juga kering, tidak apa-apa. Kalau anjingnya basah, kita kering, maka kita terkena najis. Begitu juga dengan babi. Maka, yang paling aman adalah kita hindari saja binatang yang najis itu.

Dalam fikih disebutkan, bila terkena najis berat dari anjing dan babi, harus dibersihkan sampai tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan tanah. Apa hikmah di balik perintah tersebut?
Itu memang salah satu cara membersihkan diri dari najis berat. Adapun hikmahnya ada banyak dan bermacam-macam. Namun yang terpenting bagi kita adalah mutadayyin (patuh, taat) kepada perintah dan tuntunan Allah SWT. Kalau dicari-cari apa hikmah di balik itu, pasti tidak akan ada habisnya.

Allah SWT secara tegas melarang memakan daging babi. Apa pesan yang bisa kita tangkap dari pelarangan ini?
Ada yang mengatakan, pada hewan babi terdapat cacing pita dan sebagainya. Tapi ulama-ulama yang lain tidak mempersoalkan itu. Yang penting, Allah SWT dengan tegas melarang umat untuk memakannya dan memanfaatkan bagian tubuh babi. Titik.

Artinya, kita sami'na wa atho'na dengan larangan yang termaktub dalam ayat Alquran tersebut?
Islam itu disebut Allah SWT dengan ad-diin seperti dalam surat Ali Imran (3) ayat 19, yang artinya, ''Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanyalah Islam.'' Ad-diin berarti patuh. Orang yang patuh itu disebut mutadayyin . Dr Zayyad dalam bukunya, mendefinisikan ad-diin sebagai tunduk, taat, patuh dan mengikuti perintah Allah SWT.

Selama kita belum taat, berarti kita belum ad-diin . Saya tidak faham mengapa kemudian kata-kata ad-diin diterjemahkan agama. Sebab kalau kita merujuk ke kamus bahasa Indonesia, ad-diin ditekankan kepatuhannya, sedangkan agama ditekankan ritualnya.

Berkaca pada kasus babi ini, kita tentu harus lebih berhati-hati dalam mengonsumsi makanan dan minuman?
Terus terang, di luar negeri kita lebih aman mengonsumsi makanan dan minuman. Ada ungkapan di Singapura, ''Jangan sampai ada orang yang mengeluh susah mencari makanan halal.'' Menurut saya, kata-kata ini sangat menarik.
Sebenarnya, kata halal itu sudah mendunia. Kalau kita pergi ke New York, kita minta makanan halal, mereka sudah mengerti. Nah, di Indonesia, kita harus terus membangun kesadaran pentingnya produk halal tersebut. (-)

Haram

[Sumber: Dialog Jumat - 08 Mei 2009] Sesuatu yang dilarang mengerjakannya. Haram adalah salah satu bentuk hukum taklifi , yang dibahas secara khusus oleh ulama ushul fikih. Menurut ulama ushul fikih, terdapat dua definisi haram, yaitu dari segi batasan dan esensinya, serta dari segi bentuk dan sifatnya.

Dari segi batasan dan esensinya, Imam al Ghazali merumuskan haram dengan sesuatu yang dituntut syari' (Allah SWT dan Rasul-Nya) untuk ditinggalkan melalui tuntutan secara pasti dan mengikat. Adapun dari segi bentuk dan sifatnya, Imam al Baidawi, tokoh ushul fikih Mazhab Syafi'i, merumuskan haram dengan 'suatu perbuatan yang pelakunya dicela'. Ada juga ulama ushul fikih yang menambahkan dalam rumusan tersebut dengan kalimat '..dan orang yang meninggalkannya dipuji', sebagai lawan dari pengertian wajib.

Istilah-istilah yang mirip dan semakna dengan haram dalam ushul fikih adalah al-mahzur (yang dihindari), al-ma'siyah (maksiat), az-zanb (dosa), al-mamnu (yang dilarang), al-qabih (yang buruk/jelek), as-sai'ah (jelek), al-fahisyah (yang keji), al-ism (dosa) dan al-mazjur'anh (yang dicegah darinya).

Bagi ulama Mazhab Hanafi, suatu dalil yang menunjuk hukum haram kualitasnya harus dalil yang qat'i (pasti). Jika dalil tersebut kualitasnya zanni (relatif), maka mereka disebut makruh tahrim . Sedangkan jumhur ulama ushul fikih tidak membedakan antara dalil yang qat'i dan yang zanni . Menurut mereka, asal dalil itu mengacu kepada ungkapan-ungkapan yang mengacu pada keharaman, baik dalilnya qat'i maupun zanni , maka hukumnya tetap haram.

Sementara itu, pembagian haram ada dua. Apabila keharaman itu terkait dengan esensi perbuatan, maka disebut dengan haram li zatih (haram karena zatnya). Dan apabila terkait dengan sesuatu yang di luar esensi yang diharamkan, tetapi berbentuk ke- mafsadat -an, maka disebut haram li gairih (haram karena yang lain).

Lebih jelasnya, haram li zatih adalah suatu keharaman yang sejak semuka ditentukan syar'i bahwa hal itu haram, misalnya, memakan bangkai, babi, minum minuman keras, berzina, membunuh dan memakan harta anak yatim. Keharaman pada hal-hal di atas adalah keharaman pada zat (esensi) pekerjaan itu sendiri.

Sedangkan haram li gairih yaitu sesuatu yang pada mulanya disyariatkan, akan tetapi dibarengi oleh suatu yang bersifat mudharat bagi manusia, keharamannya disebabkan adanya mudharat itu. Contohnya, melaksanakan shalat dengan pakaian yang di- gasab (mengambil barang orang lain tanpa izin), bertransaksi jual beli saat kumandang adzan shalat Jumatm, atau berpuasa di hari raya Idul Fitri.

Terdapat perbedaan pendapat ulama ushul fikih dalam menentukan hukum perbuatan haram li zatih itu, apakah batal (batil) atau fasid . Ulama Mazhab Hanafi berpendapat, dalam persoalan-persoalan muamalah, karena keharamannya bukan pada zatnya, tetapi disebabkan faktor luar, maka hukumnya fasid (rusak), bukan batal. Akan tetapi, jika haram li gairih yang menyangkut aspek ibadah, hukumnya adalah batal. yus/disarikan dari buku Ensiklopedi Hukum Islam terbitan PT Ichtiar Baru van hoeve, Jakarta. (-)

Babi Pengaruhi Kesehatan Jasmani dan Rohani

Jika gemar mengonsumsi daging babi, manusia tidak akan mengenal baik dan buruk lagi.
Justify Full
[Dialog Jumat - 08 Mei 2009] Hukum Islam mengenal apa yang disebut haram li zatih . Artinya, suatu keharaman langsung dan sejak semula memang ditentukan syar'i bahwa hal itu haram. Babi masuk kategori ini, selain juga bangkai, berjudi, minuman keras, berzina, membunuh dan memakan harta anak yatim. Allah SWT menyeru agar semua hal di atas ditinggalkan dan menjadi perbuatan tercela serta dosa besar jika dilakukan.

Terkait babi, surat al-An'am [6] ayat 145 secara jelas menekankan larangan untuk dikonsumsi. ''Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir atau daging babi..''

Beberapa ayat lain memberi penegasan. Antara lain surat Al-Maaidah [5] ayat 3 dan surat Al Baqarah [2] ayat 173. Begitu pula ada sekitar 30 hadis berbicara tentang babi, termasuk pelarangan jual beli dan hasil yang didapat dari khinzir (babi).

Mengapa babi diharamkan? KH Anwar Sanusi Pimpinan Pondok Pesantren Arafah Cisarua, Bogor, Jawa Barat, punya jawabannya. Menurut Kiai Anwar, Allah SWT telah menyeru kepada umat untuk makan makanan yang halalalan thayyiban (yang halal dan baik).

Makanan halal dan baik serta bergizi, akan memberi manfaat bagi kesehatan. Sementara secara rohani, tujuannya agar kehidupan umat selalu berada dalam koridor yang diridhoi Allah. Sebaliknya, lanjut Kiai Anwar, Allah melarang keras umat makan makanan yang haram lantaran banyak mudharat -nya. Khamr (minuman keras) bisa memabukkan, pun daging babi, diketahui banyak mengandung bibit penyakit.

Dr Murad Hoffman, seorang Muslim Jerman, dalam bukunya Pergolakan Pemikiran: Catatan Harian Muslim Jerman menguraikan hal ini. Bukan hanya cacing pita, memakan daging babi ternyata bisa menyebabkan beragam masalah kesehatan lainnya.

Seperti kandungan kolestrol yang bisa memperlambat proses penguraian protein tubuh. Ini beresiko pada penyakit kanker usus, iritasi kulit, eksim, dan rematik. Termasuk terjangkit virus-virus influenza yang berbahaya, semisal flu babi ( swine flu ) yang kini marak.

Itu semua dikarenakan perangai buruk babi. Babi memakan apapun tanpa pandang bulu, baik itu sampah, busuk-busukan, bahkan kotorannya sendiri. Kiai Anwar mengingatkan, apa yang ada dalam manusia itu adalah apa yang dikonsumsi. Jadi, dengan gemar mengonsumsi babi, dikhawatirkan tidak mengenal akibat baik dan buruk lagi, bahkan terpengaruh sifat buruk babi, yakni menyukai sesuatu yang kotor.

Sehingga, dalam kaidah ilmu Nahwu Sharaf , dikenal juga istilah Iradatul Juz'i biiratadatil kulli (yang dikatakan sebahagian, yang dimaksud semuanya). Istilah ini mengandung makna, bila disebutkan babi haram, maka yang dimaksud bukan hanya daging babi semata, tapi keseluruhannya. Hati, tulang, usus, kulit dan minyak. Seluruhnya jelas haram.

Dalam istilah Dr Lutfi Fathullah MA, Direktur Pusat Kajian Hadis Jakarta, semua produk yang dihasilkan dari babi, adalah haram, dan bukan sekadar haram. ''Tapi najis,'' tegas pakar hadis yang juga dosen pascasarjana di sejumlah perguruan tinggi ini. Rektor Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta, Dr Ahsin Sakho Muhammad, sepakat bahwa aspek kesehatan, baik jasmani dan rohani, menjadi alasan penting pelarangan agama Islam atas daging babi.

Tapi, diakui, bagi sebagian kalangan, babi merupakan binatang yang sangat menggiurkan, untuk diternak maupun dikonsumsi. ''Mudah-mudahan umat tidak tergiur. Karena, jelas-jelas Allah melarang untuk memakan maupun menikmati hasil penjualan dari babi,'' dia mengingatkan.

Namun, bisa lain persoalannya jika dalam kasus tertentu, semisal penyakit yang hanya memiliki obat mengandung zat babi. Inilah yang kemudian dinamakan innamaa a'maalu binniyyah . ''Kalau makan daging babi, itu memang sudah diniatkan. Berbeda dengan contoh obat tadi, atau jika sedang di hutan dan kalau tidak makan, dia akan mati, tapi terbatas,'' sambung Kiai Anwar. Pada kondisi itulah, agama membolehkan. Tapi, bukan menghalalkan. Kenapa? ''Sebab, Allah SWT begitu memerhatikan untuk menyelamatkan jiwa,'' paparnya. (dam)

Agama Itu Nasihat

Oleh Ali Farkhan Tsani
Harian Republika - 08 Mei 2009

Begitu pentingnya nasihat, hingga Rasulullah SAW mengatakan, ''Agama itu adalah nasihat.'' Kami (para sahabat) bertanya, ''Untuk siapa Wahai Rasulullah?''Beliau menjawab, ''Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, untuk para pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh umat Islam.'' (HR Muslim).

Memberi dan menerima nasihat, sejatinya berlaku untuk segenap manusia, siapa pun orangnya, apa pun jabatannya, tanpa terkecuali. Nasihat yang berdasarkan Allah SWT dan Rasul-Nya, berlaku untuk para pemimpin umat Islam dan masyarakat pada umumnya. Ini mengingat manusia tidak luput dari lupa dan salah.

Kata nasihat berasal dari akar kata nasaha yang artinya menjahit atau menambal pakaian yang sobek. Maka, orang yang mau menerima nasihat, pada hakikatnya adalah dirinya siap untuk ditambal lubang kekurangannya, dijahit atau ditutup sobekan kesalahan pada dirinya.Sebaliknya, orang yang tidak mau menerima nasihat menunjukkan bahwa dirinya merasa telah sempurna, merasa tidak ada lubang-lubang kesalahan sedikit pun, serta merasa tidak punya celah kekurangan.

Memberi nasihat kepada orang lain berupa teguran positif dan saran konstruktif berarti menepati sunah Rasulullah SAW. Nabi SAW sendiri memberikan teladan bagaimana beliau bersikap terbuka menerima input (saran masukan) dari kalangan sahabat-sahabatnya yang memberikan pandangan, terutama dalam persoalan yang bukan wahyu.

Sebagai contoh, betapa keterbukaan baginda Nabi SAW ketika bersedia menerima pandangan seorang sahabat biasa yang memberikan saran agar Nabi SAW mengubah lokasi pasukan ke tempat yang lebih strategis di dekat mata air. Saran ini diterima oleh Nabi SAW demi kemaslahatan perjuangan.Berkenaan dengan itu, Imam Malik menegaskan bahwa salah satu persyaratan untuk menjadi pemimpin umat adalah adanya kesediaan dan keterbukaan menerima teguran umat dengan ikhlas karena Allah SWT.

Memang, menerima nasihat, saran, dan teguran tidaklah mudah, karena di samping rasa malu, kekurangannya terlihat orang banyak, juga perasaan gengsi atau menjaga wibawa. Padahal, dengan tidak mau disempurnakan itulah, bisa jadi sobekan kekurangannya akan bertambah lebar.Bersyukurlah kita sebagai umat beragama yang masih mau menerima nasihat kebaikan dari orang lain. Hal itu adalah bagian dari penyempurnaan keagamaan kita sebagai makhluk Allah SWT.

Dengan saling menasihati di antara sesama, maka kita akan banyak memperoleh mutiara-mutiara hikmah yang sangat bermanfaat dalam kehidupan pribadi, keluarga, bermasyarakat, dan berbangsa. (-)

Rasa Malu

Oleh Agus Iswanto


''Keimanan itu 70 atau 60 lebih cabangnya. Yang paling tinggi ialah mengucapkan La Ilaaha illallah. Dan, yang paling rendah adalah menjauhkan duri dari jalan. Malu itu adalah salah satu cabangnya pula.'' (HR Abu Hurairah).

Perasaan malu selalu membawa kebaikan. Demikian kandungan sebuah sabda Rasulullah SAW yang lain.Hal itu terwujud manakala kita telah beriman dan mengenal Allah SWT, bahwasanya Dia-lah Allah SWT yang telah menciptakan diri dan alam yang kita tempati ini.

Allah SWT juga menurunkan rahmat dan nikmat-Nya yang tak pernah putus kepada manusia, baik berupa benda-benda yang bisa dimanfaatkan, rahmat, maupun nikmat akal pikiran yang sehat, pengetahuan, iman, serta takwa.

Dengan rasa syukur terhadap rahmat dan nikmat-Nya itu pula, kita akan selalu menjalankan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT menurunkan rahmat dan nikmat karena cinta yang mahaluas terhadap hamba.

Maka, tidaklah pantas jika kita sebagai hamba-Nya untuk tidak mencintai Allah SWT. Dan, wujud cinta itu sudah tentu dengan senantiasa menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Di samping menumbuhkan rasa cinta dan takut, kita juga harus dapat menumbuhkan rasa malu dalam diri kita, yakni malu karena tidak menjalankan perintah Allah SWT dan melanggar larangan-Nya.Malu bila kita tidak ingat atau lupa terhadap Allah SWT dan juga malu bila kita kurang mempunyai rasa syukur dan terima kasih kepada-Nya.

Malu itu berbeda dengan rendah diri atau minder, yang selanjutnya dapat menimbulkan sikap pesimistis. Malu dalam bahasa Arab adalahal-haya', yang makna harfiahnya adalah hidup.Hal tersebut dapat dipahami dengan dua makna. Pertama, manusia adalah makhluk hidup yang sempurna atau manusia seharusnya mempunyai rasa malu.

Kedua, seharusnya rasa malu selalu menumbuhkan dan menghidupkan rasa syukur kita terhadap nikmat dan rahmat Allah SWT. Jika tidak lagi punya rasa malu, manusia akan cenderung melakukan apa saja dan semaunya. Begitu tegas Nabi SAW berpesan.

Jika rasa malu hilang, manusia akan selalu mengikuti hawa nafsu meskipun melanggar perintah dan larangan Allah SWT. Demikianlah, problematika sosial di keseharian yang tampaknya juga disebabkan oleh hilangnya akhlak malu ini. (-)

Sumber: Harian Republika - 11 Mei 2009

Menjaga Wudhu

Oleh Puji Lestari

Tak ada ajaran seindah tuntunan Islam. Tak ada yang lebih rinci dan sempurna mengatur kehidupan seorang hamba, selain agama penuh berkah dan rahmat ini.Tiap perintah maupun larangan-Nya, selalu mengandung hikmah yang tak akan habis untuk dikaji, tak akan kering untuk senantiasa diselami. Dan, wudhu adalah salah satunya, yang hanya merupakan 'secuil' perintah namun kaya akan faidah.

Seorang Muslim kaffah , minimal lima kali dalam sehari membasahi dirinya dengan air wudhu. Jika untuk menghadapi seorang manusia kita mensyaratkan diri harus bersih dan rapi, apalagi jika yang akan kita hadapi adalah Allah SWT melalui shalat.Bukan hanya kebersihan dan kesucian yang terjaga. Dengan wudhu, dosa-dosa kecil pun akan luruh bersama tetesan air yang jatuh. Subhanallah .

''Jika seorang Mukmin berwudhu (dengan membasuh mulut, hidung, muka, tangan, kepala, telinga, dan kakinya), keluarlah dosa dan kesalahannya dari mulut, hidung, muka, tangan (sampai dari ujung jari-jarinya), kepala, telinga, dan kakinya (sampai dari ujung jari-jari kakinya).'' (HR Malik, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad). Bersikap berlebihan dalam segala hal adalah sikap tercela. Tapi untuk amalan satu ini, tidak. Sebuah teladan masyhur dari seorang budak Habsyi yaitu Bilal bin Rabah, manakala terompahnya telah menanti tuannya di surga.

Ini adalah karena amalan yang tampak sepele dan ringan, namun ternyata hanya menyapa jiwa-jiwa yang benar-benar ingin mempunyai nilai lebih di mata Allah. Itu karena menjaga wudhu.Tak setiap amal kebaikan dapat dilakukan manusia. Banyak keterbatasan yang menjadikan manusia harus pandai-pandai mengenali potensi diri, dan menyumbangkannya untuk kebaikan sesama. Inilah bukti kesyukuran.

Si kaya yang saleh tentu ringan saja bersedekah, si cerdik pandai pasti mudah membagi ilmu, si kuat tentu gampang selalu turun membantu. Tiap diri pasti dibekali keunikan, dan pasti pula itu berarti tiap orang punya peluang untuk memiliki spesialisasi amal.

Inilah keadilan Allah SWT. Dan bagi si papa lagi lemah, yang belum berkesempatan menimba banyak ilmu dan mengajarkannya, maka menjaga wudhu, seperti halnya Bilal, adalah solusi terpuji. Yang diangkat ke hadapan Allah SWT adalah keikhlasan dan kesabaran beramal, bukan besar kecilnya perbuatan dipandang manusia.

Wudhu yang senantiasa terjaga, yang dikerjakan tidak hanya menjelang shalat, akan memberikan efek bagi jiwa. Ia umpama alarm yang menegur seseorang untuk selalu menjaga diri dari dosa dan maksiat.

Tak sekadar dampak duniawi. Di akhirat pun, ketika tiap manusia dalam keadaan letih yang sangat, dan ketakutan yang mencekam. Dia yang wudhunya selalu terjaga, akan mudah dikenali oleh Rasul SAW tercinta sebagai umatnya. (-)

Sumber: Harian Republika - 08 Mei 2009

Bacalah dengan Nama Tuhanmu

Oleh Fauzi Bahreisy


''Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan.'' (QS Al-'Alaq [96]: 1).

Dari posisinya sebagai wahyu pertama serta dari cara Jibril menyampaikan kepada Rasulullah SAW, ayat ini memiliki kedudukan istimewa. Ia berisi pesan-pesan fundamental yang diberikan kepada Rasulullah SAW secara khusus dan umatnya secara umum.

Di antaranya, pesan untuk 'membaca'. Pesan ini sangat penting agar manusia memfungsikan sejumlah perangkat indrawi yang Allah SWT anugerahkan, seperti penglihatan, pendengaran, hati, dan akalnya secara optimal.
Itulah perangkat utama untuk membaca tulisan yang terdapat dalam kitab ataupun di jagad raya. Dari sini, manusia menjadi cerdas, berpengetahuan, dan berwawasan luas.

Hanya saja, proses membaca itu harus disertai spirit mulia. Sebab, banyak orang cerdas sesudah membaca, tidak memberikan manfaat apa-apa. Bahkan, tidak jarang pengetahuan dan kecerdasan yang dimilikinya digunakan untuk menipu, menjerat, memperdaya, memanipulasi, dan mendatangkan bahaya.

Karena itu, Allah SWT menyatakan, ''Bacalah dengan nama Tuhanmu.'' Artinya, tidak boleh hanya sekadar membaca. Tapi, proses membaca tadi harus dilakukan karena Allah SWT dan untuk-Nya. Inilah pesan selanjutnya yang bisa diambil dari ayat di atas. Ini pula yang seharusnya menjiwai proses penelaahan, penalaran, pengamatan, dan pembelajaran oleh seorang Muslim. Dirinya harus selalu terkait dengan Allah Sang Pencipta.

Bahkan, Syekh Abdul Halim Mahmud berkata, ''Dengan kalimat Iqra' bismi Rabbik, sebenarnya Alquran tidak hanya memerintahkan manusia membaca. Sebab, membaca hanya sekadar lambang dari segala aktivitas manusia.''Ayat itu seolah ingin menyatakan, ''Bacalah dengan nama Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu. Begitu pula, bila Anda berhenti bergerak, hendaknya itu juga karena Tuhanmu. Dengan demikian, ayat itu mengarahkan manusia agar menjadikan seluruh hidup, wujud, cara, dan tujuannya adalah karena Allah SWT.''

Apa pun profesi dan pekerjaan manusia, apa pun jabatan dan kedudukannya, apa pun bidang yang ditanganinya, harus senantiasa terkait dengan Allah SWT dan ridha-Nya. Di sinilah kita memahami, mengapa Rasulullah SAW selalu memulai aktivitas kebaikannya dengan menyebut nama Allah SWT (basmalah). Tidak ada yang boleh terlepas dari-Nya.Totalitas hidup Muslim hanya dipersembahkan untuk-Nya. ''Katakanlah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam'.'' (QS Al-An'am [6]: 162). (-)

Sumber: Harian Republika - 07 Mei 2009


08 May 2009

Wahyu Soeparno Putro: Hidayah Azan Subuh

Semua stigma negatif sebagaimana dilontarkan kelompok orientalis. Tentang Nabi Muhammad SAW, jelas tidak benar.

''Kalau saya melihat Mas Wahyu sekarang dengan orang Barat yang dulu tinggal di Australia itu jauh berbeda.'' Kata-kata itu meluncur dari mulut lelaki bernama lengkap Wahyu Soeparno Putro ketika mengawali pembicaraan dengan Republika di sela-sela waktu senggangnya.

Masyarakat Indonesia mengenal sosok pria bule ini dari layar kaca. Sejak beberapa tahun terakhir, pemilik nama lahir Dale Andrew Collins-Smith memang ikut meramaikan dunia entertainment di Tanah Air. Saat ini, ia melakoni sebagai pembawa acara program religi yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta.

Menurut Wahyu, begitu ia biasa disapa kini, gambaran dirinya yang dulu adalah orang yang gemar minuman beralkohol dan dekat dengan kehidupan malam dan hura-hura. ''Meski sejak kecil saya menganut (agama) Buddha, saya lebih mementingkan berprestasi secara duniawi, punya harta dan pekerjaan yang membanggakan,'' ujar lelaki kelahiran Skotlandia, 28 Juli 1963.

Karena itu, bagi Wahyu, agama hanya merupakan sebuah identitas diri yang harus dimilikinya ketika memasuki jenjang sekolah dasar. Terlebih lagi, kedua orang tuanya tidak meyakini satu ajaran agama apa pun. Maka, ketika pihak sekolah tempatnya menuntut ilmu mewajibkan para muridnya untuk mencantumkan agama yang dianut, Wahyu pun memilih Buddha.

Perkenalannya secara dekat dengan Islam baru terjadi ketika ia memutuskan meninggalkan semua kemapanan yang didapatkan di negara asalnya, Australia, untuk kemudian pindah ke Indonesia pada 1994 silam. Semasa tinggal di negeri kangguru, ia sudah mengetahui tentang Islam dari berbagai pemberitaan mengenai konflik Timur Tengah yang disajikan media massa di Australia. Namun, dari berbagai pemberitaan tersebut, ia hanya mengetahui bahwa Islam itu identik dengan perang dan kekerasan.

''Sebenarnya saya pribadi tidak paham apa yang media sampaikan mengenai Timur Tengah, karena sejak kecil saya tidak gampang percaya dengan apa yang diberitakan oleh media. Terlebih lagi, ada teman yang bilang ia bisa terima semua agama kecuali Islam,'' tuturnya.

Namun, ketika pertama kali tinggal di Indonesia, Wahyu yang telah menjadi yatim-piatu sejak usia 20 tahun ini justru tinggal di lingkungan masyarakat yang mayoritasnya Muslim. Yang menjadi kendala baginya saat itu bukan masalah perbedaan agama, melainkan soal perbedaan budaya dan adat istiadat masyarakat Yogyakarta yang terkenal sangat sopan dan halus dalam bertutur kata.

Di kota gudeg itu, dia tinggal mengontrak bersama teman. Namun, seiring waktu berjalan, dia kemudian bertemu dengan Soeparno. Soeparno ini adalah ayah beranak lima yang bekerja sebagai seorang satpam. Singkat cerita, Wahyu kemudian diajak menetap bersama di rumah Soeparno sekaligus juga diangkat sebagai anak dari keluarga besar Soeparno.

Azan Subuh
Lebih banyak bergaul dengan komunitas Muslim di tempat tinggalnya di Yogyakarta, membuat Wahyu merasa nyaman untuk mengenal lebih dalam mengenai Islam. Bahkan, tahun pertama tinggal di Yogyakarta, Wahyu sudah mulai ikut berpuasa bersama dengan semua rekan di kantornya yang dulu.

''Awalnya, saya cuma ingin mengetahui saja seperti apa sih rasanya puasa,'' kata dia. Tetapi, setelah tahun kedua tinggal di sana, ia sudah bisa menjalankan puasa selama sebulan penuh.

Dari sekadar ikut-ikutan berpuasa, kata Wahyu, sejak itu ia mulai merasakan suatu perubahan dalam dirinya. Jika biasanya sulit sekali untuk bangun pagi, entah kenapa setelah rutin ikut menjalankan puasa di bulan Ramadhan, ia kerap terbangun beberapa menit sebelum azan Subuh berkumandang.

Awalnya, suara azan Subuh adalah 'musuh' bebuyutan Wahyu. Ia merasa, suara itu sangat mengganggu tidurnya. Namun, siapa nyana, suara azan Subuh itu pula yang justru membawanya menemukan jalan menjadi seorang mualaf--seorang pemeluk Islam.

Rumah Soeparno letaknya hanya sepelemparan batu ke arah masjid. Karena tidak jauh dari masjid, tidak mengherankan kalau setiap pagi suara azan Subuh itu seperti meraung-raung di dekat daun telinganya. Rutinitas itu akhirnya membuat Wahyu selalu terbangun di pagi hari. ''Ini yang membuat saya heran,'' katanya. ''Padahal, sejak kecil saya tak pernah bisa bangun pagi, tapi di sana (Yogyakarta) saya mampu mengubah pola hidup saya untuk bangun pagi.''

Pengalamannya tersebut kemudian ia ceritakan ke bapak angkatnya. Namun, oleh Soeparno, ia disarankan menemui seorang ustadz yang juga merupakan imam masjid di tempat tinggalnya, bernama Sigit. ''Waktu saya ceritakan tentang pengalaman saya, dia malah berkata kepada saya, 'Sepertinya malaikat mulai dekat dengan kamu','' kata Wahyu menirukan ucapan Pak Sigit.

Mendengar ucapan itu, Wahyu merasakan seperti ada yang meledak-ledak di dalam dirinya. ''Semuanya seperti jatuh ke tempatnya,'' kata dia menggambarkan situasi emosional dirinya ketika itu. ''Saat itu, saya juga sudah bisa menangkap secara akal sehat tentang Islam,'' ujarnya lagi.

Ledakan yang ada di dalam diri itu kemudian membawa Wahyu terus menjalin hubungan dengan Pak Sigit. Dari sosok ustadz itu, dia mengaku mendapatkan sebuah buku tentang Islam dan mualaf. Dan, pada saat itu pula, niatnya untuk mempelajari Islam dan semua ajarannya kian menggelora.

Saat hasrat di dalam diri semakin 'merasa' Islam, Wahyu kemudian bertanya pada Soeparno. ''Saya merasa lucu karena sudah seperti merasa Muslim,'' kata dia kepada Soeparno. ''Tetapi, bagaimana caranya,'' sambung dia kembali. Mendengar ucapan pria bule, Soeparno sangat terkejut. Lantas lelaki ini menyarankan agar Wahyu masuk Islam saja melalui bantuan Pak Sigit.

Tidak membutuhkan waktu lama, sekitar medio 1999, Dale Andrew Collins-Smith kemudian berpindah agama sekaligus berganti nama menjadi Wahyu Soeparno Putro. Dan, prosesi hijrah itu dilakukannya di masjid yang mengumandangkan azan Subuh dekat rumahnya. Yang dulu dianggap 'mengganggu' tidurnya.

Setelah memeluk Islam, ia baru menyadari bahwa semua stigma negatif mengenai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ini ternyata tidak benar. Bahkan, selama berada dalam pelukan Islam hampir 10 tahun lamanya, ia merasakan menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Dirinya yang sekarang, menurut Wahyu, adalah sosok pribadi yang jauh lebih sabar, lebih banyak diam daripada komentar, dan jauh lebih sederhana. ''Dulu apa yang saya dapat, saya nikmati sendiri. Kalau sekarang, saya menilai rezeki yang kita peroleh tidak semuanya milik kita, tapi ada hak orang lain.''

Kendati demikian, untuk urusan agama, lanjut Wahyu, dirinya tidak segan-segan untuk bersikap tegas. ''Kalau tidak, ya tidak. Tidak ada yang namanya abu-abu,'' tukasnya. Meski hal tersebut, diakuinya, terkadang membuat hubungan dengan teman-temannya menjadi kurang baik. dia/taq

Sumber: Harian Republika 20 April 2009

Budi Setyagraha, Gara-gara Takut Rezeki Dicabut


Pada umumnya, bagi warga keturunan Cina, berdagang merupakan satu-satunya cara untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga (keluarga). Karena itu, hampir tidak pernah (jarang) dijumpai ada warga keturunan yang tidak mempunyai usaha dalam perdagangan. Entah usaha bangunan, butik, makanan, obat, maupun lainnya.

Itu pula yang dilakukan Budi Setyagraha pada 1978. Dengan berbekal pengalaman, warga keturunan Cina yang terbiasa berdagang, Budi pun memulai usahanya dalam bidang bangunan, tepatnya di Jalan Kyai Mojo, Yogyakarta, 21 tahun silam. Beruntung, karena ketekunan dan ketelitiannya, dalam waktu singkat usahanya pun mulai menuai hasil. Dan, ia merasa keberhasilannya itu patut disyukuri.

Disinilah rupanya mulai muncul kebimbangan. Dirinya bingung harus bersyukur dengan cara apa dan pada tuhan yang mana. Budi mengaku, tidak yakin dengan agama Buddha yang telah dianut sebelumnya.

''Setelah lima tahun menimbang-nimbang, akhirnya pada 1983 saya memutuskan untuk masuk Islam,'' jelas Budi kepadaRepublika, di Yogyakarta, Selasa (31/3) lalu.

Takut Rezeki Dicabut
Kalau kemudian pilihannya jatuh pada agama Islam sebagai jalan hidupnya, ternyata hal itu agar rezekinya tidak dicabut oleh Tuhan dan terus bertambah. Memang, kata dia, awalnya terasa lucu juga hanya karena rezekinya takut dicabut lantas dirinya memilih Islam. Sebab, ungkap Budi, bagi warga keturunan Tionghoa, usaha dagang merupakan satu-satunya pilihan untuk mengais rezeki. ''Lha, saya waktu itu merasa ngeri bagaimana kalau nanti rezeki dicabut sama Tuhan, hidup saya akan susah,'' paparnya.

Itu awalnya. Namun, menurut pria yang kini ditunjuk menjadi Sekjen Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perhimpunan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) ini, ia juga memilih Islam karena bila dibandingkan dengan agama lain, Islam justru terasa pas dan sejalan dengan pemikiran manusia.

''Saya memilih Islam karena konsep ketuhanan agama lain kurang pas, bagi saya. Bukan berarti ngelek-elek agama lain. Konsep ketuhanan bagi saya ada pada ketauhidan di dalam agama Islam, yaitu Laa ilaaha illallah, Muhammad Rasululllah. Kalimat tauhid tersebut yang membuka hati saya,'' jelasnya.

Ia mengaku tertarik masuk Islam karena dorongan dari lubuk hatinya yang paling dalam. Sebelum masuk Islam, Budi senang mendengarkan khutbah Buya Hamka melalui Televisi. Ia juga membaca buku-buku dan karya Buya Hamka, termasuk buku yang berjudul Dibawah Lindungan Ka'bah.

Buku tersebut sering ia gunakan sebagai referensi apabila ada tugas-tugas atau karya tulis ketika masih sekolah. Dan, dari buku ini pula yang akhirnya menuntunnya untuk memeluk Islam.

''Setelah masuk Islam saya baru tahu manfaatnya membaca buku tersebut. Selain itu, ketika saya masih sekolah juga senang berfoto di depan Masjid Syuhada Kotabaru Yogyakarta,'' katanya.

Naik Haji
Setahun setelah masuk Islam (1984), Budi pun menunaikan rukun Islam yang kelima, naik haji. Padahal, awalnya ia masih ragu-ragu untuk berhaji. Sebab, ia belum sanggup menghafal doa-doa beribadah haji. Namun, berkat dorongan almarhum AR Fakhruddin (mantan ketua umum PP Muhammadiyah--Red), Budi akhirnya mantap untuk menunaikan ibadah haji ke Makkah. Budi diminta untuk membaca Doa 'Sapu Jagad' (Rabbana aatinaa fiddun ya hasanah, wafil aakhirati hasanah, waqina 'adzaaban naar).

''Beliau (AR Fakhruddin--Red) mengatakan kepada saya, ''Mumpung badannya masih sehat, imannya kuat, dan finansial (biaya) ada, bersegeralah melaksanakan haji,'' kata Budi menirukan ucapan AR Fakhruddin.

Selepas itu, Budi pun kemudian terus berupaya memantapkan pemahamannya tentang agama Islam. Ia belajar pada Ustadz Drs Ma'ruf Siregar, guru agama Islam di SMA 2 Yogyakarta. Dan, Ustadz Ma'ruf, senantiasa datang ke rumah Budi untuk mengajar dan mengkaji Islam.

Keislaman Budi Setyagraha akhirnya diketahui oleh saudara-saudaranya. Mereka pun bertanya-tanya. Apa yang menjadi alasan Budi memeluk Islam. Bahkan, istrinya pun enggan mengikuti jejaknya.

Budi mengatakan, bagi kebanyakan warga keturunan Tionghoa, Islam itu dipandang sebagai agama untuk orang-orang yang ingin menikah, atau cari istri lagi (poligami--Red). ''Banyak pertanyaan lain yang kerap mereka lontarkan pada saya. Intinya, mereka sangat sinis dan begitu negatif memandang Islam,'' terangnya.

Mendapat sindiran seperti itu, Budi tetap teguh dan kukuh pada pendiriannya, menganut agama Islam. Bahkan, ia ingin membuktikan pada keluarganya bahwa Islam itu bukan agama yang mengajarkan hanya kawin cerai. Islam justru sangat membenci perceraian dan menghendaki terbentuknya sebuah keluarga yang harmonis. Sedangkan perceraian adalah jalan keluar (solusi), apabila dalam rumah tangga muncul keretakan yang sulit untuk disatukan kembali.

Karena itu pula, Budi ingin menunjukkan pada saudaranya bahwa dirinya tetap menyayangi istrinya. Dan Budi juga menunjukkan, bahwa para ustadz yang membimbingnya hanya memiliki istri satu. Bukti-bukti itu akhirnya membuat saudara dan rekan-rekannya sesama warga keturunan menjadi percaya pada keputusan Budi memeluk Islam.

''Ternyata saya tidak seperti yang dibayangkan orang sebelumnya. Saya dinilai baik, sehingga banyak orang yang mengikuti pengajian-pengajian saya dan banyak yang ikut masuk Islam,'' ujar mantan ketua umum PITI Yogyakarta ini.

Setelah masuk Islam, Budi merasakan kehidupannya harus mematuhi aturan yang sudah baku dalam Islam, yaitu syariah Islam. Syariah Islam ini diterapkan dalam mengelola usahanya sehingga Budi merasa hasil dari usahanya benar-benar halal.

Baginya, hal yang paling penting dalam beragama adalah mengamalkannya. Ia berpandangan, kalau agama tidak diamalkan, akan menjadi seorang yang ekstrem. Ibarat aki kalau di-charge terus, lama-lama akan meledak. Karena itu, perlu ada penyaluran untuk mengamalkannya.

Artinya, kata dia, setiap ada pengajian diikuti, dan ilmu yang didapatkan diamalkan. Dengan demikian, dirinya akan senang dan masyarakat pun juga suka karena senantiasa bisa bersilaturahim. ''Makanya, silaturahim antarsesama itu sangat dianjurkan. Orang yang senang silaturahim akan dipanjangkan umurnya dan dilapangkan rezekinya,'' katanya.

Ini kalau kita lakukan dan merasa yakin hikmahnya bisa menumbuhkan husnuzhzhan (prasangka baik). Sebaliknya, jika tidak dilakukan akan menumbuhkan su'uzhan (berprasangka buruk) terhadap orang lain.

Lebih lanjut Budi menyatakan, dalam kehidupan bermasyarakat sering muncul perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Karena itu, jika tidak ada silaturahim, akan muncul persepsi (pandangan) yang salah antarsesama warga masyarakat.

Keberhasilan Budi Setyagraha dalam mengelola usahanya telah berhasil mengantarkan kedua anaknya menyelesaikan pendidikan tinggi (pascasarjana, S2) di Amerika Serikat. Mia (29) lulusan S2 jurusan Finansial dan Yudistira (27) menyelesaikan S2 jurusan Ekonomi Makro. Kini, mereka sudah kembali ke Indonesia ikut membantu menjalankan usaha Budi.

Sejak 1984 hingga 2004, Budi Setyagraha dinobatkan sebagai ketua DPD Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketika pertama kali menjabat ketua PITI DIY, jumlah anggotanya baru tiga orang. Namun, kini jumlah orang Tionghoa di Yogyakarta yang masuk Islam sudah mencapai 200 orang.

Menurut Budi, peran PITI ini sangat penting bagi perkembangan Islam di Yogyakarta khususnya dan Indonesia pada umumnya. Bahkan, Budi menilai, PITI merupakan jembatan bagi warga Tionghoa untuk masuk Islam.

Sebab, wadah ini merupakan tempat untuk ''berlindung'' bagi warga Tionghoa yang masuk Islam. Mereka yang masuk Islam tentu akan menghadapi berbagai tantangan. Dan, bila ada persoalan, PITI akan berusaha turut serta menyelesaikan permasalahan yang ada. Karena itu, PITI memberikan ''perlindungan'' agar warganya tetap dalam iman dan Islam.

Untuk meningkatkan keimanan warga Tionghoa yang masuk Islam, rumahnya kini menjadi 'madrasah' (tempat menuntut ilmu--Red), seperti majelis taklim (pengajian). Bahkan, Budi menyediakan sebuah mobil untuk antar jemput bagi anggota PITI yang ingin mengikuti pengajian di rumahnya.

Budi menjelaskan, sebagian besar anggota PITI berasal dari warga keturunan yang melakukan perkawinan campur (Cina-Jawa, Cina-Sunda, dan lainnya). Dan, sangat sedikit pasangan suami istri yang semuanya keturunan Tionghoa yang masuk Islam.

Selepas dari DPD PITI DIY, Budi Setyagraha dipercaya untuk menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PITI. Jabatan ini diembannya sejak 2005 lalu.

Masuk Islam bagi Budi merupakan berkah dan petunjuk Allah SWT. Tidak ada maksud lain. Ia kini tidak lagi khawatir akan dicabut rezekinya. Bahkan, usaha toko bahan bangunan yang dirintisnya mempunyai cabang di Semarang dan Solo, Jawa Tengah.

Selain itu, Budi juga mempunyai dua Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yaitu Lumbung Harta dan Artha Berkah Cemerlang. Selain itu, ia juga mempunyai satu BPR Syariah Margi Rejeki.

Banyaknya usaha yang dijalani, ia ingin menepis anggapan bahwa orang Islam itu selalu miskin. ''Tetapi, orang Islam juga bisa kaya,'' tandas Budi.heri purwata/taq

Sumber: Harian Republika 06 April 2009

Felix Yanwar Siauw Dengan Islam Hidup Jadi Terarah

Masa SMP merupakan momentum titik balik bagi kehidupan seorang Felix Yanwar Siauw. Pada masa remaja itulah dalam diri Felix timbul keraguan atas agama yang telah dianutnya sejak ia kecil. Berbagai pertanyaan mengenai konsep Tuhan, pengampunan dosa, dan hakikat penciptaan manusia dalam agama Katolik muncul dalam benaknya. ''Di agama saya yang lama memang banyak hal yang tidak terjawab pada waktu itu,'' ujarnya.

Sebagai contoh, ketika ia menanyakan soal trinitas dan keberadaan Yesus sebagai Tuhan kepada pastor, jawaban dari semua pertanyaaannya tersebut berakhir pada kata dogma, yakni ajaran yang sudah ada sejak dahulu dan tidak boleh dipertanyakan oleh orang-orang yang beriman kepada Yesus.

Ketika mendengar jawaban seperti itu dari sang pastor, akhirnya Felix lebih memilih untuk mundur dari agama Katolik. Keputusan untuk keluar dari agama Katolik, menurut ayah satu orang putri ini, juga dilandasi oleh kenyataan mengenai praktik-praktik keagamaan yang dilihatnya hanya sebagai sebuah ritual kosong.

''Saya melihat selama ini teman-teman saya datang ke gereja hanya untuk sebuah proklamasi kalau dia sudah punya pacar, kemudian dibawa ke gereja atau sekadar hanya untuk pamer pakaian bagus,'' ungkapnya.

Ketika ia memutuskan meninggalkan agama Katolik, sejak saat itu pulalah ia tidak percaya adanya Tuhan Sang Mahapencipta. Masa-masa seperti itu ia alami hingga menjelang akhir duduk di SMP.

Begitu memasuki kelas tiga SMP, berbagai pertanyaan yang pernah ada dahulu, muncul kembali dalam benaknya. Kemudian, dia mencari jawaban dari berbagai pertanyaan tersebut ke mana-mana. Hingga kemudian, dirinya sampai pada satu kesimpulan bahwa Tuhan itu memang benar ada.

Keyakinannya bahwa Tuhan itu ada muncul setelah ia mempelajari ilmu biologi bahwa penciptaan manusia dari sperma yang tidak mempunyai akal. Dari sini ia memahami bahwa manusia itu diciptakan dari sesuatu yang amat istimewa. ''Kemudian saya kembali yakin bahwa Tuhan itu ada. Tapi, namanya siapa ini yang belum jelas,'' tambah Felix.

Percaya tapi tak beragama
Meskipun meyakini bahwa Tuhan itu ada, namun hal itu tidak lantas membuat Felix memutuskan untuk memilih salah satu ajaran agama sebagai jalan hidupnya. ''Ketika saya mencari siapa sesungguhnya Tuhan itu ke Kristen Protestan, tidak dapat. Begitu juga di agama Buddha, karena tuhannya juga bersifat manusia, tidak layak untuk dijadikan Tuhan,'' paparnya.

Percaya Tuhan, tapi tidak beragama, begitulah kira-kira gambaran kehidupan spiritual yang sempat dijalaninya selama kurun waktu lima tahun. Selama itu pula, ia hidup dengan bayang-bayang tiga pertanyaan besar. Yakni, setelah mati manusia mau ke mana, untuk apa manusia diciptakan di dunia, dan dari mana asal mulanya alam semesta tercipta.

Ia terus mencari jawaban dari ketiga pertanyaan besar ini. Proses pencarian itu berakhir di pertengahan tahun 2002, begitu dirinya menginjak bangku kuliah semester ketiga di Institut Pertanian Bogor (IPB). Ketika itu, dirinya memutuskan pindah tempat kos. Di tempat kos yang baru ini, ia tinggal bersama-sama dengan mahasiswa yang beragama Islam.

Suatu ketika salah seorang teman kosnya yang Muslim menyarankannya untuk menemui seorang ustadz untuk mendiskusikan tiga pertanyaan besar itu. ''Saya bilang, selama ini saya diskusi dengan ustadz sama saja. Mereka enggak ada bedanya dengan pastor, cuma mereka pintar menyembunyikan kejahatannya,'' ujar Felix menanggapi saran temannya kala itu.

Temannya tidak putus asa untuk membujuk Felix agar mau bertemu dengan guru ngaji itu. Ketika ia bertemu langsung dengan sang ustadz, dirinya menemukan pandangan mengenai Islam yang sangat jauh berbeda dengan apa yang dipahaminya sebelumnya.

''Ternyata yang saya temukan dalam Islam berbeda. Saya menemukan suatu konsep yang sangat luar biasa. Di mana dia (Islam--Red) menyediakan konsep akhirat dan juga dunia. Artinya, Islam ini bisa menjawab seluruh pertanyaan saya,'' ujarnya.

Dari sini kemudian dirinya tertarik untuk mempelajari Alquran lebih dalam. Salah satu ayat di dalam Alquran yang membuatnya berdecak kagum adalah surat Albaqarah ayat 2 yang menyatakan, ''Kitab ini tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang yang bertakwa.''

Kendati demikian, pada saat itu ia masih mengira bahwa yang menciptakan kitab suci ummat Islam ini adalah seorang manusia biasa, seperti halnya kitab suci agama yang lain. Namun, ketika sampai padanya penjelasan bahwa Alquran itu bukan buatan manusia, ia menganggap hal itu sebagai lelucon. Dia pun meminta bukti bahwa penjelasan itu benar adanya.

Keraguan tersebut kemudian terjawab melalui surat Albaqarah ayat 23 yang menjelaskan, ''Dan bila kalian tetap dalam keraguan terhadap apa yang Kami turunkan ini, datangkanlah kepada Kami satu surat yang semacam dengannya.''

Bagi dirinya surat Albaqarah ayat 23 ini merupakan sebuah segel dan tantangan terbuka buat manusia, tapi manusia tidak ada yang bisa membuat seperti itu. Dari diskusi panjang tersebut Felix merasa yakin bahwa Alquran merupakan kitab yang diturunkan dari Tuhan pencipta semesta alam, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk memilih Islam--di saat usianya baru menginjak 18 tahun--sebagai jalan hidupnya hingga kini.

Mengetahui anaknya masuk Islam, sudah pasti kedua orang tua Felix syok dan marah. Namun, kemarahan keduanya hanya ditunjukkan dalam bentuk rasa kekecewaan. ''Kalau sampai pada pengusiran memang tidak terjadi seperti yang dialami mualaf lainnya.''

Rasa kecewa tersebut ditunjukkan oleh kedua orang tuanya dengan kata-kata pedas. ''Kamu ini kemasukan setan atau jin. Kamu itu seperti mutiara yang menceburkan diri ke dalam lumpur.'' Lalu saya katakan, ''Lumpurnya yamg mana dan mutiaranya yang mana.''

Namun, dengan berbagai upaya yang Felix lakukan selama tiga tahun, kini kedua orang tuanya sudah bisa menerima pilihan hidupnya itu. Meski dalam beberapa hal, baik ayah maupun ibunya, masih belum bisa menerima perbedaan tersebut. Seperti ketika putrinya yang masih berusia satu tahun mengenakan kerudung.

''Kalau anak saya dibawa ke tempat orang tua pakai kerudung, ibu saya tidak akan mau menggendongnya. Tapi, bapak saya masih mau menggendongnya,'' ungkapnya.

Sementara sang ayah merasa keberatan jika cucu perempuannya itu diminta untuk memanggil Felix dengan sebutan abi. Pasalnya, menurut sang ayah, panggilan abi tersebut tidak ada kewajibannya di dalam Alquran.

Kendati begitu, ia merasakan sebuah kepuasan diri yang tidak pernah dirasakan sebelum menemukan Islam. Selain itu, dengan meyakini Islam, hidupnya menjadi lebih bermakna dan terarah.

''Merasa puas karena setiap fenomena yang saya lihat dalam hidup ini bisa dijelaskan dengan Islam. Saya juga lebih punya tujuan hidup karena saya sudah tahu dari mana asal saya, apa yang harus saya lakukan di dunia ini, dan saya mau ke mana setelah mati,'' ujarnya. nidia zuraya

Sumber: Harian Republika 08 Maret 2009

Erik Meijer: Islam Itu Bisa Diterima Logika


Perkenalannya dengan Islam bermula dari obrolan yang sering dilakukan dengan pacar sang adik tatkala berkunjung ke rumah orang tuanya di Belanda. Dari awalnya sekadar membicarakan masalah-masalah umum, obrolan tersebut berkembang menjadi sebuah diskusi panjang tentang agama yang dianut oleh pacar sang adik.

''Kebetulan adik saya pacaran dengan orang Turki. Turki itu kan mayoritas Islam. Dari dia, saya banyak mengetahui tentang Islam,'' ujar Erik Meijer mengenang peristiwa 20 tahun lalu dalam hidupnya.

Ketertarikannya akan agama yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW ini semakin besar, saat Erik pindah ke Indonesia. Sebagai sebuah negara berpenduduk mayoritas Muslim, ia melihat ajaran Islam di Indonesia lebih hidup dibandingkan di negaranya, negeri kincir angin, Belanda.

Meskipun saat awal tinggal di Indonesia masih memeluk agama katolik, Erik sudah tidak aktif datang ke gereja. ''Karena dalam keseharian, saya melihat ajaran Islam benar-benar menghidupi masyarakat di sini (Indonesia--Red). Dari situ, kemudian saya mulai merasa ada sesuatu yang hilang,'' tuturnya.

Terlebih lagi, bagi dia sebagai seorang pribadi yang menilai segala sesuatunya dengan logika, menurut Erik, semua ajaran dalam agama Islam masuk akal. Contohnya, kewajiban untuk berpuasa. Ia melihat ada filosofi di belakang kewajiban berpuasa, baik dari sisi spiritual maupun fisik.

Allah lalu mempertemukan Erik dengan Maudy Koesnaedi yang di kemudian hari menjadi istrinya. Selama menjalin pertemanan dengan mantan none Jakarta tahun 1993 yang juga berprofesi sebagai artis ini, ia banyak dikenalkan kepada ustadz dan cendekiawan Muslim di Tanah Air. Salah satunya adalah Ustadz Othman Umar Shihab dan (Alm) Nurcholis Madjid (Cak Nur).

Walaupun Maudy berasal dari keluarga pemeluk Islam, menurut Erik, istrinya itu tidak pernah memaksa dia untuk berpindah keyakinan. Di matanya, Maudy adalah sosok perempuan yang tidak suka menggurui dan sok tahu.

Sang istri hanya memberikan jalan dan peluang untuknya mempelajari Islam lebih jauh. ''Kalau kamu memang tertarik dengan Islam, kamu harus mempelajarinya,'' kata ayah satu orang putra ini mengutip perkataan sang istri kala itu.

Setelah mempelajari Islam selama lima tahun lamanya, Erik merasa mantap dan yakin untuk memilih agama Islam sebagai jalan hidupnya. Dengan difasilitasi oleh Ustadz Othman Umar Shihab, ia mengucapkan dua kalimat syahadat pada Februari 2001 silam. ''Saya berikrar masuk Islam disaksikan Cak Nur (alm) ketika itu,'' ungkapnya.

Erik cukup beruntung. Keputusannya untuk memeluk agama Islam tidak mendapat tentangan dari kedua orang tuanya. Dalam hal memilih keyakinan, diakuinya, kedua orang tuanya lebih moderat. ''Bagi mereka, semua agama pada dasarnya sama, mengajarkan kebaikan.'' Bahkan, dari sang adik, ia mendapatkan dukungan penuh. Adik perempuan satu-satunya ini memang sudah lebih dahulu menyatakan masuk Islam dibandingkan dirinya.

Hambatan justru datang dari teman-teman pergaulannya. Mengetahui Erik masuk Islam, seorang teman membujuknya untuk meninggalkan agama Islam dan kembali pada agama Katolik. ''Mungkin mereka kecewa dengan keputusan saya ini. Tapi, saya anggap itu hal yang wajar,'' tukasnya.

Begitu masuk Islam, kendala yang ia temui pertama kali terkait dengan perbedaan bahasa. Kitab suci umat Muslim yang menggunakan bahasa Arab, membuatnya kesulitan untuk bisa cepat mengingat dan menghapal bacaan dalam shalat. Untuk bisa hapal surat al-Fatihah, kata Erik, ia butuh waktu tiga hingga empat bulan.

Kesulitan untuk bisa menghapal dengan cepat surat-surat lain dalam Alquran masih ia rasakan sampai saat ini. ''Terlebih lagi, di usia saya yang sudah kepala tiga. Mungkin akan berbeda kalau saya menghapalnya saat usia masih dini, seperti anak saya,'' ujarnya.

Demikian juga, dengan kewajiban shalat. Butuh waktu agak lama bagi Erik untuk mengingat urutan gerakan dalam shalat. Terkadang saat sedang melakukan shalat, seringkali ia lupa gerakan berikutnya. Beruntung sang istri dengan sabar mau membimbingnya dalam menjalankan ibadah.

Begitu pun, dengan beberapa orang kenalan dekatnya yang siap membantu. ''Seperti, Pak Arief Rachman yang bersedia menuliskan potongan-potongan surat al-Fatihah dalam kartu ukuran kecil sehingga ke mana pun bisa saya kantongi dan bisa saya hapal setiap ada kesempatan,'' terangnya.

Namun, tidak sepenuhynya ia menemui kesulitan. Waktu lima tahun yang ia gunakan untuk mengenal Islam lebih jauh, dirasakannya berguna saat menjalankan semua perintah Allah SWT, manakala dirinya sudah masuk Islam secara resmi. Contohnya, dalam menjalankan ibadah puasa, ia tidak menemui hambatan sama sekali. Pasalnya, jauh sebelum masuk Islam, ia sudah mulai belajar untuk berpuasa. Meskipun, diakui Erik, yang dijalankannya saat itu belum benar-benar puasa dalam arti sesungguhnya.

''Jam tujuh pagi saya tetap sarapan. Jadi, hanya sekadar tidak makan di siang hari demi menghormati teman-teman yang sedang berpuasa. Waktu itu, rasanya memang berat sekali meskipun sudah curi start tiga hingga empat jam di awal. Namun, begitu menjalankan puasa secara resmi, pakai niat, sahur, dan shalat, ternyata jauh lebih mudah dan lancar. Mungkin di situ bedanya kalau kita sekadar ikut-ikutan,'' paparnya.

Meskipun sudah memeluk Islam selama delapan tahun, diakui Erik, hingga saat ini ia masih jauh dari sempurna. Dia merasa belum benar-benar berusaha untuk mendalami lebih jauh mengenai ajaran Islam. Waktunya yang lebih banyak tersita untuk urusan pekerjaan, membuat intensitasnya untuk mendalami surat-surat dalam Alquran berkurang.

''Dalam mempelajari Alquran, saya selalu berpegang pada falsafah tidak hanya sekadar menghapal dan membacanya, tetapi juga harus mengetahui arti dan maknanya,'' tuturnya.

Kendati demikian, ia berusaha untuk terus meramaikan syiar Islam di lingkungan tempatnya bekerja. Salah satunya, dengan menyelenggarakan kegiatan majelis taklim dan pengajian bagi para karyawan. Sementara untuk lingkup yang lebih luas, melalui perusahaan tempatnya bekerja, Erik menyelenggarakan lomba cipta kreasi lagu Islam. (nidia zuraya/kem)

Sumber: Harian Republika 04 Maret 2009