Sumber: http://yudhaprambudia.cybermq.com/
Tentu kita sering mendengar orang menyebut-nyebut kata ikhlas. Namun banyak orang yang tidak memahami apa sebenarnya hakekat dari istilah ”ikhlas” ini. Untuk lebih jelasnya mungkin bisa kita lihat dari kisah berikut ini : Rasulullah Saw. Menatap satu persatu para sahabat yang sedang berkumpul dalam majelis. Suasana sangat hening. Tiba-tiba ada seorang hadirin yang berkata, ”Ya Rasulullah, bila pertanyaanku ini tidak menimbulkan kemarahan bagi Allah, sudilah kiranya engkau menjawabnya.” Apa yang hendak engkau tanyakan itu?” tanya Rasulullah dengan nada suara yang begitu lembut. Dengan sikap yang agak tegang, si sahabat itu pun bertanya, ”Siapakah di antara kami yang akan menjadi ahli surga?.”
Pertanyaan yang sungguh keterlaluan, setengah sahabat menilainya mengandung ’ujub (bangga atas diri sendiri) atau riya’ dan tidak sedikit yang murka. Adalah Umar bin Khattab yang sudah terlebih dahulu bereaksi, bangkit untuk menghardik si penanya. Untunglah rasulullah Saw. menoleh ke arahnya sambil memberi isyarat untuk menahan diri.
Rasulullah menatap ramah. Beliau menjawab dengan tenangnya,
Pertanyaan yang sungguh keterlaluan, setengah sahabat menilainya mengandung ’ujub (bangga atas diri sendiri) atau riya’ dan tidak sedikit yang murka. Adalah Umar bin Khattab yang sudah terlebih dahulu bereaksi, bangkit untuk menghardik si penanya. Untunglah rasulullah Saw. menoleh ke arahnya sambil memberi isyarat untuk menahan diri.
Rasulullah menatap ramah. Beliau menjawab dengan tenangnya,
”Engkau lihatlah ke pintu, sebentar lagi orang itu akan muncul.”
Lalu, setiap mata menoleh ke ambang pintu, dan setiap hati bertanya-tanya siapa gerangan orang hebat yang disebut Rasulullah sebagai ahli surga itu.
Namun, manakala orang itu mengucapkan salam kemudian menggabungkan diri ke dalam majelis, keheranan semakin bertambah. Sosok tubuh itu tidak lebih dari seorang pemuda sederhana. Ia adalah wajah yang tidak pernah mengangkat kepala bila tidak ditanya dan tidak pernah membuka suara bila tidak diminta. Ia bukan pula termasuk dalam daftar sahabat dekat rasulullah.
Apa kehebatan pemuda ini? Setiap sahabat penasaran menunggu penjelasan rasululllah Saw. Menghadapi kebisuan ini, Rasulullah Saw bersabda, ”Setiap gerak-gerik dan langkah perbuatannya hanya ia ikhlaskan semata-mata mengharapkan ridha Allah. Itulah yang membuat Allah menyukainya.”
Bagai duri tajam yang menusuk dada, semua yang hadir tersentak. Ikhlas, alangkah indahnya makna yang terkandung di dalamnya. Ikhlas bersih dari segala maksud pribadi, dari segala pamrih dan riya’, mengharap pujian dari orang, bebas dari perhitungan untung rugi material. Ikhlas bersih dari segala hal yang tidak disukai Allah. Ikhlas dalam menjadikan Allah sebagai pencipta, pemilik, pemelihara, dan penguasa alam raya. Ikhlas dalam menjadikan Allah sebagai satu-satunya zat yang diharapkan, ditakuti, dicintai, diikuti. Satu-satunya zat yang diabdi dan disembah. Ikhlas menerima Muhammad Saw. sebagai teladan, penjelas, penyampai risalah Islam yang sempurna, dan ikhlas menerima Al-Qur’an sebagai pedoman hidup.
Dalam sebuah hadis lain Rasulullah bersabda, "Ana madiinatul ilmi (sayalah kota segala ilmu)". Tetapi, ada satu pertanyaan, yang Rasullullah tidak langsung menjawabnya. Apa gerangan pertanyaan itu sehingga Rasulullah harus meminta waktu, mengernyitkan kening dan memeras otak? ini:
"Wahai Baginda Rasul apa yang dimaksud dengan ikhlas?”, tanya seorang sahabatnya.
Setelah berdiam, Rasulullah memusatkan perhatian, dan menyampaikan pertanyaan serupa kepada Malaikat Jibril As.
Namun, manakala orang itu mengucapkan salam kemudian menggabungkan diri ke dalam majelis, keheranan semakin bertambah. Sosok tubuh itu tidak lebih dari seorang pemuda sederhana. Ia adalah wajah yang tidak pernah mengangkat kepala bila tidak ditanya dan tidak pernah membuka suara bila tidak diminta. Ia bukan pula termasuk dalam daftar sahabat dekat rasulullah.
Apa kehebatan pemuda ini? Setiap sahabat penasaran menunggu penjelasan rasululllah Saw. Menghadapi kebisuan ini, Rasulullah Saw bersabda, ”Setiap gerak-gerik dan langkah perbuatannya hanya ia ikhlaskan semata-mata mengharapkan ridha Allah. Itulah yang membuat Allah menyukainya.”
Bagai duri tajam yang menusuk dada, semua yang hadir tersentak. Ikhlas, alangkah indahnya makna yang terkandung di dalamnya. Ikhlas bersih dari segala maksud pribadi, dari segala pamrih dan riya’, mengharap pujian dari orang, bebas dari perhitungan untung rugi material. Ikhlas bersih dari segala hal yang tidak disukai Allah. Ikhlas dalam menjadikan Allah sebagai pencipta, pemilik, pemelihara, dan penguasa alam raya. Ikhlas dalam menjadikan Allah sebagai satu-satunya zat yang diharapkan, ditakuti, dicintai, diikuti. Satu-satunya zat yang diabdi dan disembah. Ikhlas menerima Muhammad Saw. sebagai teladan, penjelas, penyampai risalah Islam yang sempurna, dan ikhlas menerima Al-Qur’an sebagai pedoman hidup.
Dalam sebuah hadis lain Rasulullah bersabda, "Ana madiinatul ilmi (sayalah kota segala ilmu)". Tetapi, ada satu pertanyaan, yang Rasullullah tidak langsung menjawabnya. Apa gerangan pertanyaan itu sehingga Rasulullah harus meminta waktu, mengernyitkan kening dan memeras otak? ini:
"Wahai Baginda Rasul apa yang dimaksud dengan ikhlas?”, tanya seorang sahabatnya.
Setelah berdiam, Rasulullah memusatkan perhatian, dan menyampaikan pertanyaan serupa kepada Malaikat Jibril As.
"Aku bertanya kepada Jibril As tentang ikhlas, apakah ikhlas itu? Lalu Jibril bertanya kepada Tuhan Yang Maha Suci tentang ikhlas, apakah sebenarnya? Allah SWT menjawab Jibril dengan berfirman: Suatu rahasia dari rahasia-Ku yang Aku tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang Ku-cintai."
Kalau gambaran ikhlas itu sebagaimana diajarkan Allah melalui Jibril yang disampaikan kepada Baginda Rasul tersebut, maka betapa banyaknya di antara kita yang tidak memilikinya. Sebab, hanya hamba-hamba yang dicintai Allah saja yang dapat memiliki makhluk ikhlas ini.
Kalau gambaran ikhlas itu sebagaimana diajarkan Allah melalui Jibril yang disampaikan kepada Baginda Rasul tersebut, maka betapa banyaknya di antara kita yang tidak memilikinya. Sebab, hanya hamba-hamba yang dicintai Allah saja yang dapat memiliki makhluk ikhlas ini.
Menurut Imam al-Qusyairi an-Naisabury, bila seseorang memiliki sifat ikhlas, ia akan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup, apa yang dilakukan semata-mata untuk Allah meski yang dia perbuat untuk mengurangi penderitaan sesama manusia. Ia akan selalu membantu orang, dengan alasan karena Allah memang Dzat yang senang membantu. Ia akan bekerja kalau Allah yang menjadi tujuannya.
Ikhlas menurut bahasa adalah sesuatu yang murni yang tidak tercampur dengan hal-hal yang bisa mencampurinya. Dikatakan bahwa “madu itu murni” jika sama sekali tidak tercampur dengan campuran dari luar, dan dikatakan “harta ini adalah murni untukmu” maksudnya adalah tidak ada seorangpun yang bersyarikat bersamamu dalam memiliki harta ini.
Ikhlas menurut bahasa adalah sesuatu yang murni yang tidak tercampur dengan hal-hal yang bisa mencampurinya. Dikatakan bahwa “madu itu murni” jika sama sekali tidak tercampur dengan campuran dari luar, dan dikatakan “harta ini adalah murni untukmu” maksudnya adalah tidak ada seorangpun yang bersyarikat bersamamu dalam memiliki harta ini.
Hal ini sebagaimana firman Allah tentang wanita yang menghadiahkan dirinya untuk Nabi shalallahu‘alaihi wasallam. "Dan perempuan mu’min yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mu’min" (QS. Al Ahzaab: 50).
***
Definisi ikhlas menurut istilah syar’i (secara terminologi) Syaikh Abdul Malik menjelaskan, Para ulama bervariasi dalam mendefinisikan ikhlas namun hakikat dari definisi-definisi mereka adalah sama.
Definisi ikhlas menurut istilah syar’i (secara terminologi) Syaikh Abdul Malik menjelaskan, Para ulama bervariasi dalam mendefinisikan ikhlas namun hakikat dari definisi-definisi mereka adalah sama.
Ulama mendefenisikan sbb:
Bahwa ikhlas adalah “menjadikan tujuan hanyalah untuk Allah tatkala beribadah”, yaitu jika engkau sedang beribadah maka hatimu dan wajahmu engkau arahkan kepada Allah bukan kepada manusia.
Bahwa ikhlas adalah “membersihkan amalan dari komentar manusia”, yaitu jika engkau sedang melakukan suatu amalan tertentu maka engkau membersihkan dirimu dari memperhatikan manusia untuk mengetahui apakah perkataan (komentar) mereka tentang perbuatanmu itu. Cukuplah Allah saja yang memperhatikan amalan kebajikanmu itu bahwasanya engkau ikhlas dalam amalanmu itu untukNya. Dan inilah yang seharusnya yang diperhatikan oleh setiap muslim, hendaknya ia tidak menjadikan perhatiannya kepada perkataan manusia sehingga aktivitasnya tergantung dengan komentar manusia, namun hendaknya ia menjadikan perhatiannya kepada Robb manusia, karena yang jadi patokan adalah keridhoan Allah kepadamu (meskipun manusia tidak meridhoimu).
Bahwa ikhlas adalah “samanya amalan-amalan seorang hamba antara yang nampak dengan yang ada di batin”, adapun riya’ adalah dzohir (amalan yang nampak) dari seorang hamba lebih baik daripada batinnya sedangkan ikhlas yang benar (dan ini derajat yang lebih tinggi) yaitu batin seseoang lebih baik daripada dzohirnya, yaitu engkau menampakkan sikap baik dihadapan manusia adalah karena kebaikan hatimu, maka sebagaimana engkau menghiasi amalan dzohirmu dihadapan manusia maka hendaknya engkaupun menghiasi hatimu dihadapan Robbmu...
Subhanallah, semoga kita termasuk orang2 yang dicintai Allah, sehingga ikhlas selalu tersedia di hati kita. Amin...
Bahwa ikhlas adalah “membersihkan amalan dari komentar manusia”, yaitu jika engkau sedang melakukan suatu amalan tertentu maka engkau membersihkan dirimu dari memperhatikan manusia untuk mengetahui apakah perkataan (komentar) mereka tentang perbuatanmu itu. Cukuplah Allah saja yang memperhatikan amalan kebajikanmu itu bahwasanya engkau ikhlas dalam amalanmu itu untukNya. Dan inilah yang seharusnya yang diperhatikan oleh setiap muslim, hendaknya ia tidak menjadikan perhatiannya kepada perkataan manusia sehingga aktivitasnya tergantung dengan komentar manusia, namun hendaknya ia menjadikan perhatiannya kepada Robb manusia, karena yang jadi patokan adalah keridhoan Allah kepadamu (meskipun manusia tidak meridhoimu).
Bahwa ikhlas adalah “samanya amalan-amalan seorang hamba antara yang nampak dengan yang ada di batin”, adapun riya’ adalah dzohir (amalan yang nampak) dari seorang hamba lebih baik daripada batinnya sedangkan ikhlas yang benar (dan ini derajat yang lebih tinggi) yaitu batin seseoang lebih baik daripada dzohirnya, yaitu engkau menampakkan sikap baik dihadapan manusia adalah karena kebaikan hatimu, maka sebagaimana engkau menghiasi amalan dzohirmu dihadapan manusia maka hendaknya engkaupun menghiasi hatimu dihadapan Robbmu...
Subhanallah, semoga kita termasuk orang2 yang dicintai Allah, sehingga ikhlas selalu tersedia di hati kita. Amin...
No comments:
Post a Comment